Kyungsoo’s
Diary
Author : shinjaejae
Judul : Kyungsoo’s Diary
Genre : Brothership, hurt
Rate : General (G)
Length : Oneshoot
Main cast : Kai (EXO K), D.O (EXO K)
DISCLAIMER: Setting
cerita terinspirasi dari cerpen karya Seno Gumiro Adjidharma berjudul Dua Anak
Kecil. Jalan cerita murni ideku sendiri. Cast, milik Tuhan.
Gangwon, 13 Maret 2001
Hari ini badanku terasa sangat sakit. Tiba-tiba saja aku
dipukuli dan ditendangi oleh anak-anak kelas 5. Aku bahkan tidak tahu sebabnya.
Tadi waktu SeoIn seonsangnim keluar
kelas untuk mengambil Hpnya, aku pergi ke kamar mandi karena sudah tidak tahan
pipis. Tapi tadi saat aku ingin kembali ke kelas, aku melihat gerombolan anak-anak
kelas 5 itu di belakang WC. Karena aku penasaran, aku mengintip sebentar. Hanya
sebentar.
Kulihat mereka mengeluarkan sebatang panjang permen warna
putih dari kantong salah satu dari anak itu. Namun setelah kupikir lagi, itu
bukan permen. Tidak mungkin permen disulut ujungnya dengan api dan mengeluarkan
asap putih. Lalu kulihat mereka mengisapnya bergiliran. Tiba-tiba saja salah
satu dari mereka melihatku. Aku pun memasang senyum terbaikku. Namun, dia tidak
membalasku dengan senyuman juga. Malahan kulihat mukanya sangat marah. Seakan
ingin menerkamku Padahal awalnya kukira dia akan mengajakku. Lalu aku berpikir,
apa senyumanku tadi jelek sekali, ya?
Belum sampai di situ, mereka semua kemudian mengejarku.
Aku juga berlari menjauh. Saat berlari aku terus berdoa. Ya Tuhan, tolong buat
aku menjadi tidak terlihat, agar mereka tidak mengejarku. Namun sepertinya
Tuhan tidak mendengar doaku, karena mereka menangkapku lalu menyeretku ke
gudang belakang sekolah. Dalam hati aku sangat menyesali kenapa aku jarang
sekali sembahyang. Mungkin karena itu Tuhan tidak mengabulkan doaku agar aku
jadi tidak terlihat.
Sampai di pojok gudang, mereka terus-terusan menanyaiku
sambil marah-marah. Aku hanya diam meringkuk. Bukannya aku tidak mau menjawab,
tapi karena mereka berteriak bersahut-sahutan, aku jadi bingung dengan apa yang
mereka tanyakan. Mungkin karena kesal, mereka menendang badanku dan memukuli
kepalaku dengan tangan mereka. Sakit, sakit sekali.
Aku terus-terusan dipukuli dan dimaki. Kudengar salah
satu dari mereka mengancamku agar tidak mengadukan pada seonsangnim. Aku semakin bingung, karena aku tidak tahu apa yang
harus kuadukan. Sedangkan aku saja masih takut karena aku tadi keluar kelas
tanpa izin. Semakin lama, badanku semakin sakit. Aku takut. Aku jadi ingat
kata-kata abeoji.
Abeoji bilang
kalau aku takut, aku harus berdoa pada Tuhan. Aku takut jika aku dipukuli
begini aku nanti mati. Tidak, aku tidak
ingin mati hari ini, Tuhan. Kata abeoji, abeoji akan membelikanku mobil-mobilan
bagus saat ulang tahunku nanti. Tuhan, ulang tahunku masih 2 bulan lagi. Aku
tidak mau mati hari ini, Tuhan. Begitu doaku berkali-kali. Karena semakin
ketakutan, aku menangis.
Di tengah tangisanku itu aku juga berdoa lagi. Ya Tuhan, kata abeoji Kau punya banyak
malaikat pelindung anak-anak. Aku masih anak-anak ya, Tuhan. Aku masih 8 tahun.
Tuhan, tolong kirimkan satu malaikat pelindung untuk menolongku ya, Tuhan. Satu
saja. Kumohon. Aku terus berdoa dan berdoa. Sedangkan mereka terus memukul
dan menendangku.
Tiba-tiba saja pintu gudang terbuka. Mereka berhenti
memukuliku. Aku pun mendongak untuk melihat siapa yang datang. Kulihat seorang
anak kecil di tengah-tengah pintu. Kedua tangannya dia letakkan di pinggangnya.
“Hei anak kecil! Mau apa kau ke sini? Kau mau kupukuli
seperti dia?”, kata seorang anak dia antara mereka, mungkin dia bos geng itu.
“Hei! Aku bukan anak kecil! Aku sudah 7 tahun! Kalau
berani, ke sini kalian!”, jawabnya lantang.
“Berani kau, ya! Awas kau!”, teriak anak yang paling
kurus, kemudian berlari mendekati anak kecil itu.
Geng kelas 5 itu kemudian beramai-ramai memukuli anak
itu. namun anak itu mampu menghindar dan balas memukul. Mungkin hanya 1 atau 2
pukulan yang dia terima. Geng kelas 5 itu pun kalah, lalu mereka berlari kembali
ke kelas. Aku masih melongo melihat kejadian itu. Anak kecil itu menghampiriku,
wajahnya masih ada bekas pukulan geng tadi.
“Namaku Jongin. Kau siapa?”, tanyanya sambil mengulurkan
tangannya. Kulihat dia tersenyum.
Aku masih saja melongo. Tidak menjawab pertanyaannya. Aku
masih berpikir, Tuhan, inikah malaikat
pelindung? Cepat sekali Kau mengabulkan doaku.
==
==
Gangwon, 24 Maret 2001
Ini hari ke-10 aku berkunjung ke rumah Jongin. Rumah
Jongin dekat dengan laut. Di sana angin bertiup kencang dan terasa asin. Setiap
aku ke sana, dia selalu mengajakku ke pantai di dekat perahu appanya yang berwarna merah ditambatkan.
Kami selalu bermain air, pasir, dan terkadang bermain sepak bola pantai. Itu
kebiasaanku setelah pulang sekolah, sejak aku bertemu dan mengenal Jongin.
Setiap pulang sekolah aku langsung menuju ke rumah Jongin
bersama Hwansuk ahjussi, paman
suruhan abeoji untuk menjagaku.
Jongin mempunyai satu dongsaeng
perempuan yang sangat cantik. Umurnya kira-kira baru dua tahun. Jongin sangat
menyukai adiknya. Begitu juga eomma
nya. Eomma Jongin sangat baik. Dia selalu memberiku
makan, meskipun hanya nasi dan ikan asin. Appa
Jongin adalah seorang nelayan, yang baru pulang saat pagi hari dan berangkat ke
laut saat malam hari. Saat aku bertemu appanya,
aku tahu dia juga sangat baik. Kulitnya lebih cokelat dibandingkan dengan
Jongin. Matanya besar, dan senyumannya yang lebar sama seperti abeojiku.
Setiap hari Sabtu dan Minggu saat Jongin dan aku tidak
bersekolah, Jongin selalu diberi tugas ibunya untuk menjaga adiknya, Eunkyung. Eomma Jongin selalu mencari pekerjaan di
kota saat akhir pekan. Kata Jongin, Eunkyung sering sakit. Badannya tiba-tiba
bisa panas, lalu gemetar. Maka dari itu Eunkyung harus selalu dijaga.
Hari ini aku membawakannya buku-buku cerita bergambar
yang dibelikan eommaku saat aku masih
berumur 5 tahun. Dia membaca setiap buku dengan sangat teliti dan semangat. Ini
sudah buku keempat yang dia baca. Buku itu berjudul The Snow White and 7 Dwarfs. Tidak seperti buku-buku yang dia baca
sebelumnya, dia terlihat sangat tertarik dengan buku itu. Aku heran, kenapa dia
menyukai cerita itu. Menurutku cerita itu cocok untuk anak perempuan, bukan
anak laki-laki seperti kami.
“Hyung, apa
hutan itu seperti ini?”, tanyanya sambil menunjuk gambar pohon-pohon. Aku hanya
mengangguk.
“Lalu, di hutan ada kurcaci seperti ini?”, tanyanya lagi
sambil menunjuk gambar kurcaci yang berdiri di sebelah rumah jamur.
Aku menggeleng. “Kata eommaku,
kurcaci itu tidak ada. Itu hanya di cerita-cerita.”
Jongin pun melongo, lalu mengangguk-angguk. “Kalau nanti
aku sudah besar, aku ingin pergi ke hutan, hyung.”
==
==
Gangwon, 13 April 2001
Hari ini Jongin menunjukkan sesuatu yang sangat bagus.
Dia selalu mempunyai banyak barang kejutan. Seminggu yang lalu, dia
memberikanku setoples kulit kerang kecil yang dia amplas dan dia cat
warna-warni. Kata Jongin, dia mendapat cat itu dari tetangganya yang suka
mengecat perahu mereka. Tiga hari kemudian setelah setoples kulit kerang, dia
memberikanku kulit kerang lagi. Kali ini lebih besar, kemudian di atas kulit
kerang yang besar itu ditempelkannya kulit kerang yang kecil. Dia menatanya
sehingga terlihat seperti wajah orang. Katanya, itu seperti wajahku. Namun
kupikir itu tidak mirip sama sekali dengan wajahku, karena gigi-gigiku tidak
sebesar itu.
Setelah kejadian kulit kerang itu, aku pun membalas
pemberiannya. Suatu kali saat pelajaran olahraga, kulihat kaos kakinya
berlubang di jempolnya. Dan kemarin aku memberikannya 2 pasang kaos kaki putih
untuknya sekolah. Dia sangat senang dan berjanji akan merawatnya dengan baik.
Namun
hari ini dia datang dengan banyak barang. Pertama dia menunjukkanku kaos kaki
putih yang kuberikan kemarin, yang sekarang tidak berwujud putih lagi. Sepasang
di antara kaos kaki itu dia beri tulisan menggunakan cat warna merah. Kaos kaki
sebelah kanan dituliskannya namaku. Dan di sebelah kiri dituliskannya namanya
sendiri. Katanya, agar dia selalu mengingat aku.
Barang
kedua yang dia tunjukkan lebih besar. Dia menun jukkan sebuah layang-layang
dari balik punggungnya, lengkap dengan talinya.
“Lihat
hyung. Kemarin aku menemukan krayon
bekas ini di sebelah rumahku. Dan aku menggambar menggunakan krayon itu di
kertas layang-layang ini. Bagus, kan?”, katanya bangga.
“Bagus
sekali. Kau pandai sekali menggambar kucing, Jongin.”, jawabku serius. Gambar
Jongin memang bagus, kucing berwarna abu-abu yang mempunyai taring yang sangat
tajam.
“Kyungsoo
hyung! Ini bukan gambar kucing! Ini
serigala!”, teriaknya kesal. Aku tertawa.
“Tapi
gambar serigalamu itu mirip kucing.”
Dia
hanya mengerucutkan mulutnya. Kemudian dia mengajakku bermain dengan
layang-layangnya itu. Kami bermain sampai lelah. Dan kami duduk-duduk di tepi
pantai. Kukeluarkan sesuatu dari tas ranselku.
“Jongin,
Ini krayon untukmu. Kau gambarlah sesuatu yang bagus dengan krayon ini. Buatkan
aku layang-layang seperti punyamu, ya.”, kataku sambil menyodorkan sekotak
krayon. Kotak itu berisi 48 warna krayon. Jongin terpana.
“Ini..ini
benar untukku, hyung? Gamsahamnida…”,
jawabnya sangat senang. Dibukanya kotak itu dengan mata yang berkilat-kilat
senang. “Kau ingin aku gambarkan apa di layang-layangmu? Tapi tidak boleh
gambar serigala.”, kata Jongin.
“Emmm..aku
ingin gambar beruang. Beruang yang sangat besar dan garang. Gambarkan aku itu.
oke?”, jawabku bersemangat.
“Oke.
Besok kau harus ke sini lagi. Yakso.”
“Ne. Yakso.”
Kelingkingku
dan kelingking Jongin bertautan.
==
==
Gangwon, 14 April 2001
Aku datang ke rumah Jongin lagi. Awalnya aku ingin
mengambil layang-layangku. Namun ternyata penyakit Eunkyung kambuh lagi. Dia
menangis, badannya panas. Jongin dan eommanya
sangat cemas dan bingung. Begitu pula aku. Lalu aku meminta Hwansuk ahjussi untuk menelpon dokter Jongsuk
untuk segera ke rumah Jongin dan memeriksa Eunkyung. Ahjussi pun menurut dan segera menelepon dokter Jongsuk.
Lima belas menit kemudian dokter Jongsuk datang. Dia
segera memeriksa keadaan Eunkyung. Jongin menangis karena melihat adiknya
kejang-kejang. Setelah diberi suntikan obat oleh dokter, Eunkyung pun tertidur
pulas. Sepertinya sakitnya sudah reda.
Kemudian setelah eomma
Jongin membawa Eunkyung ke tempat tidurnya, dokter Jongsuk menyuruh kami
berbincang di ruang tamu. Kata dokter Jongsuk, Eunkyung sakit meningimus, eh, meningisys, atau
menungitisis, aku tidak begitu tahu. Yang jelas, kata dokter Eunkyung punya
infeksi di otaknya dan harus dibawa ke rumah sakit.
==
==
Gangwon, 17 April 2001
Sore itu Jongin terlihat sangat sedih. Dia yang selalu
terlihat berseri-seri dan tertawa kali ini mukanya sangat aneh. Dia tadi pagi
juga tidak pergi ke sekolah. Aku menanyai apa yang terjadi padanya, namun dia
hanya diam. Terpaksa aku juga ikut diam.
“Hyung, tadi
pagi saat aku bangun kulihat eomma
dan appa menangis. Eomma
bahkan menjerit-jerit sambil memeluk Eunkyung. Aku bingung, kenapa mereka
begitu. Tapi saat aku lihat sendiri, Eunkyung ternyata sudah tidak bergerak.
Badannya dingin sekali. Saat kupanggil dia, dia juga tidak menjawab.”, kata
Jongin tiba-tiba padaku. Aku masih terdiam.
“Kemudian Eomma dan appa
memelukku. Aku tanya, kenapa Eunkyung tidak menjawabku. Mereka malah menangis.
Tapi akhirnya aku diberi tahu kalau Eunkyung dipanggil Tuhan. Dia tidak akan
kembali lagi.”, Jongin masih bercerita. Terlihat air matanya keluar.
“Sebenarnya Tuhan jahat tidak, hyung? Eunkyung bahkan baru bisa memanggilku oppa seminggu yang lalu. Dan kata eomma, dia akan segera sembuh. Tapi kenapa Tuhan mengambilnya? Apa
mungkin karena aku jarang berdoa, jadi Tuhan marah padaku? Tapi aku selalu
menjaga Eunkyung. Kenapa Tuhan mengambil Eunkyung, hyung?”, tanya Jongin semakin keras. Air matanya semakin deras.
Aku tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan Jongin.
Namun aku tahu Jongin merasa sangat sedih. Akhirnya aku hanya bisa memeluk Jongin.
“Kata abeojiku,Tuhan
itu sangat baik Jongin. Eunkyung diambil Tuhan agar dia dijaga Tuhan. Kau
tenang saja, Tuhan pasti menjaga Eunkyung.”, kataku sambil mengusap-usap punggungnya.
Namun tangisan Jongin belum reda.
==
==
Gangwon, 7 Mei 2001
Seminggu lagi kami akan tes kenaikan kelas. Aku belajar
bersama Jongin di rumahnya. Jongin ternyata tidak pandai berhitung. Dia belum
bisa berhitung dengan cepat. Pertambahan, pengurangan saja dia lambat. Apalagi
perkalian dan pembagian. Sedangkan aku, aku sangat pandai dalam mengarang.
Namun aku juga bisa berhitung.
Aku pun mengajari Jongin berhitung. Awalnya aku bingung
bagaimana mengajari Jongin berhitung. Dia selalu bingung dengan angka-angka.
Aku pun punya akal, aku ajari Jongin berhitung dengan menggunakan kerang-kerang
kecil warna-warni pemberiannya dulu.
Awalnya kuajari dia pertambahan, menambahkan 5 kerang
merah dan 7 kerang biru. Dia berhasil menjawabnya. 12 kerang. Begitu juga
dengan pengurangan. Aku ajari dia memakai kerang. Akhirnya lama-lama dia paham
dan mengerti berhitung. Aku sangat senang. Dia pasti juga akan naik kelas
sepertiku.
==
==
Gangwon, 8 Agustus 2001
Aku dan Jongin naik kelas. Dia naik ke kelas 3, aku naik
ke kelas 4. Dia sudah tidak begitu bersedih dengan Eunkyung. Kulihat dia masih
semangat bermain bola. Dia pun selalu menggambar menggunakan krayon yang dulu
kuberikan padanya. Hari ini dia menunjukkanku sebuah gambar yang dia gambar
dengan menggunakan krayon warna hitam. Empat gambar orang bergandengan tangan
dan sebuah gambar rumah di belakangnya.
“Hyung, kau
tahu ini siapa?”, tanyanya sambil menunjuk gambar orang yang paling kiri. Orang
itu digambar paling tinggi dibandingkan yang lain. Aku menggeleng. “Ini appaku. Dia sangat tinggi dan tampan.”,
katanya bangga. Aku hanya manggut-manggut. Jongin pun menuliskan nama appanya di bawah gambar itu. JONGMIN
APPA, begitu tulisannya.
“Lalu ini aku.”, dia berkata sambil menuliskan namanya di
bawah gambar anak kecil di tengah. “Lalu ini eomma. Dia sangat cantik.”, lanjutnya lagi sambil menulis nama eommanya. YEOIN EOMMA.
Lalu dia terhenti sejenak di gambar yang keempat, yang
belum dia beri nama. Gambar itu sangat kecil. Kukira gambar anak perempuan,
karena ada dua kunciran di kepalanya.
“Ini Eunkyung, kan?”, tanyaku sambil menunjuk gambar itu.
Jongin mengangguk. Dia pun menuliskan sesuatu di bawahnya. Agak sedikit panjang
dibandingkan dengan tadi. Kubaca seksama.
‘ADIK KECILKU EUNKYUNG, YANG BARU BISA MEMANGGILKU OPPA.
SUDAH DIPANGGIL TUHAN.’
==
==
Gangwong, 9 Agustus 2002
Aku sudah kelas 5 dan Jongin naik kelas 4. Seminggu ini
cuaca sangat jelek. Angin bertiup kencang, dan ombak di laut besar-besar. Namun
hari ini Jongin tetap mengajakku ke pinggir pantai. Kami duduk agak jauh dari
pantai, karena takut dengan ombak besar. Mata Jongin terus memandang ke lautan,
sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu.
“Kau sedang melihat apa, Jongin?”, tanyaku khawatir.
Jongin belum menjawab. Dia malah memicingkan matanya lagi
untuk memeriksa sesuatu di laut sana. Aku pun ikut-ikutan melihat dan mencari,
walaupun aku tidak tahu apa yang harus dicari.
“Tiga hari yang lalu Appa
pergi ke laut, hyung. Tapi sampai
sekarang appa belum kembali. Padahal appa berjanji padaku untuk kembali
pulang. Tapi sampai sekarang dia belum pulang.”, kata Jongin sambil
mencari-cari titik merah di lautan. Namun tidak nampak apapun.
“Menurutmu appa
akan kembali kapan, hyung? Appa tidak akan melanggar janjinya,
kan?”, kata Jongin lagi. Aku hanya diam. Memikirkan sesuatu. Kemarin aku menonton
TV, katanya jika cuaca jelek begini lautan sangat berbahaya. Ombak bisa
menghancurkan kapal dan bisa menenggelamkan orang. Namun tidak kuberitahukan
hal itu pada Jongin, karena aku tidak mau dia bersedih.
==
==
Gangwon, 17 Agustus 2002
Sampai hari ini appa
Jongin masih belum pulang. Eomma
Jongin bahkan sudah meminta bantuan orang lain untuk mencari appa Jongin, namun tetap saja tidak
ditemukan kapalnya. Jongin semakin sedih. Dia kini hidup hanya berdua dengan eommanya.
Sekarang dia jarang bermain, karena harus membantu eommanya mengangkuti ikan-ikan hasil
tangkapan tetangganya untuk dijemur. Aku kasihan padanya. Badannya semakin
kurus. Namun dia masih tetap tersenyum padaku, setiap aku mengunjunginya.
Pernah suatu kali aku ingin membantunya, namun dia tidak memperbolehkanku.
Katanya, nanti aku bisa bau ikan. Dan anjing-anjing di rumahku sangat suka bau
ikan.
Setiap aku ke sana aku bawakan dia makanan yang sangat
banyak dan enak. Aku, Jongin, dan eommanya
selalu makan bertiga dengan lahap ketika beristirahat. Eomma Jongin selalu berterimakasih setiap aku membawakannya
makanan. Terkadang (menurutku) karena saking enaknya, eomma Jongin sampai menitikkan air matanya. Aku bilang tidak
apa-apa, karena aku sangat suka melihat Jongin makan dengan lahap.
Eomma Jongin
bilang mereka sangat merindukan appa
Jongin. Semenjak appa Jongin
menghilang, kehidupan mereka jadi semakin sulit. Maka dari itu Jongin selalu
membantu ibunya. Aku bangga dengan Jongin. Walaupun dia lebih muda dariku, dia
selalu berusaha keras membantu ibunya. Ya, Jongin. Dia dongsaengku.
==
==
Gangwon, 14 Oktober 2002
Tiga hari yang lalu abeoji
pulang dari Hongkong. Aku sangat senang, sekaligus sangat sedih. Aku senang
karena akhirnya aku bisa bertemu abeoji
dan eomma lagi setelah dua bulan yang
lalu mereka pergi ke Hongkong. Namun aku juga sedih, karena selama tiga hari
ini aku tidak bisa ke rumah Jongin karena abeojiku
selalu mengajakku berjalan-jalan.
Sore ini abeoji
hanya mengajakku ke belakang rumah dan bermain bola. Aku sangat senang memang,
namun selama itu aku hanya melamun memikirkan bagaimana keadaan Jongin
sekarang. Abeoji khawatir padaku,
kenapa aku melamun terus. Namun aku tidak berani menjawab, aku takut abeoji marah padaku. Namun tiba-tiba
Hwansuk ahjussi membisikkan sesuatu
kepada abeoji, lalu abeoji tiba-tiba menanyaiku.
“Jongin itu siapa, Kyungsooya?”, tanyanya sambil mengelus rambutku. Aku kaget, dari mana abeoji tahu tentang Jongin.”Pasti Hwansuk ajuhssi”, pkirku dalam
hati. Aku menoleh pada Hwansuk ajuhssi,
dia hanya tersenyum dan menganggukkan kepala padaku.
“Jong..Jongin itu temanku, abeoji.”, jawabku pada akhirnya. Kepalaku tertunduk. Aku takut abeoji akan marah. Namun aku salah.
“Kenapa kau tidak cerita pada abeoji tentang temanmu itu? Ayo ceritakan pada abeoji.”, kata abeoji
sambil tersenyum senang. Tentu saja, aku sangat senang ternyata abeoji tidak marah padaku. Aku ceritakan
semua tentang Jongin. Tapi tentu saja, aku tidak cerita saat pertama Jongin
menolongku. Aku takut abeoji tahu aku
keluar kelas tanpa izin seonsangnim.
Begitu semangatnya aku bercerita tentang Jongin yang
pergi ke laut, tentang Eunkyung, tentang appanya
dan tentang eomma Jongin. Abeojiku mendengar sambil
manggut-manggut. Lalu setelah ceritaku berakhir, dia berbisik-bisik pada eomma yang ada di sebelahnya. Eomma pun tersenyum dan mengangguk.
“Emm,,Kyungsooya.
Bagaimana menurutmu kalau kita ajak Jongin tinggal bersama kita?”, tawar abeoji padaku. Aku melongo. Kaget.
“Bagaimana? Kau mau tidak? Sepertinya kau sangat menyukai
Jongin.”, kata eomma.
Tentu saja aku langsung melonjak kegirangan. Sudah lama
hal itu aku ingin-inginkan. Aku langsung mengangguk dan mengajak abeoji ke rumah Jongin. Kami berempat
pun naik mobil dan menuju rumah Jongin.
Selama perjalanan aku merasa sangat senang. Aku bayangkan
nanti aku akan tidur bersebelahan dengan Jongin, makan bersama, belajar
bersama, dan main bola bersama. Banyak sekali yang aku pikirkan, sampai aku
tidak menyadari bahwa kami telah sampai di rumah Jongin.
Begitu turun dari mobil, aku menjadi bingung. Rumah Jongin
dulu berwarna hijau, tapi sekarang menjadi hitam dan hangus. Atap-atapnya pun
sudah hilang. Abeoji, eomma, dan
Hwansuk ahjussi juga bingung.
Kemudian ada salah satu tetangga Jongin datang kepada kami. Aku kenal mereka,
mereka adalah JaeIn ahjumma dan anaknya Ahkyung. Mereka membawa sebuah kotak besi yang
besar.
“Rumah Jongin kebakaran tiga hari yang lalu. Saat eomma Jongin menyalakan lilin, api lilin
membakar korden dan menghabiskan rumah mereka. Jongin berhasil diselamatkan eommanya, namun eomma Jongin meninggal karena tertimpa kayu.”, begitu cerita JaeIn ahjumma.
“Ini satu-satunya barang di rumah Jongin oppa yang tidak terbakar. Dulu Jongin oppa pernah bilang padaku bahwa ini
hadiah untukmu, oppa.”, kata Ahkyung
menyerahkan kotak besi itu padaku.
“Lalu Jongin sekarang di mana? Dia masih selamat kan?”,
tanyaku tidak sabar. Rasa-rasanya aku sudah ingin menangis.
“Jongin selamat. Setelah kebakaran bibi Jongin dari Ilsan
datang kemari dan memakamkan eomma
Jongin. Kemudian Jongin dibawa ikut bersamanya. Mereka bilang akan merawat dan
menyekolahkan Jongin.”, kata JaeIn ahjumma.
Aku sudah tidak dapat menahan air mataku lagi. Aku
menangis sejadi-jadinya. Aku menyesal kenapa tidak dari kemarin-kemarin aku ke
sini. Kenapa tidak dari kemarin-kemarin aku bercerita pada abeoji, jadi Jongin tidak akan pergi. Aku menyesal. Aku menyesal.
Dan aku hanya bisa menangis. Aku ingin Jongin tinggal bersamaku dan menjadi
adikku selamanya.
Kemudian eomma
memelukku untuk meredakan tangisku. Namun aku tetap saja menangis. Aku tidak
bisa jadi hyung yang baik untuk
Jongin. Menjaga Jongin saja aku tidak bisa. Begitu aku menyesali ini.
“Sudahlah, Kyungsooya.
Setelah ini kita akan cari Jongin. Abeoji
berjanji kita akan cari Jongin sampai ketemu. Ayo kita pulang.”, bujuk abeoji padaku. Aku hanya menangis dan
menangis. Sampai akhirnya Hwansuk ahjussi
menggendongku ke mobil dan aku masih
tetap menangis sambil memeluk kotak besi itu. Dalam tangisku itu aku sangat
menyesal. JONGIN, MAAFKAN AKU. AKU TIDAK BISA MENJADI HYUNG YANG BAIK.
==
==
Gangwon, 16 Oktober 2002
Kotak besi itu kubuka perlahan. Sudah beberapa hari di
situ, aku belum berani membukanya. Aku masih takut pada Jongin. Aku takut
karena aku adalah hyung yang buruk
baginya. Abeoji sudah mengerahkan
beberapa teman-temannya untuk mencari Jongin. Namun sampai saat ini Jongin
belum ditemukan.
Setelah kotak itu terbuka kulihat isinya. Di dalam kotak
itu terdapat banyak barang. Kuambil satu persatu. Sebuah kaos kaki. Sebelah kiri.
Bertuliskan nama Jongin. Kaos kaki yang dulu kuberikan padanya. namun di mana
pasangannya? Kucari-cari di dalam kotak itu lagi. Tetap tidak ada.
Selain kaos kaki, ada sebuah layang-layang. Berwarna
kuning. Bergambar beruang dengan taring yang besar. Di situ juga tertulis:
“Untuk Kyungsoo hyung”. Air mataku menetes lagi mengingat Jongin. Kemudian
kotak itu aku bongkar lagi isinya. Sebuah gambar yang sangat kukenal. Dan
sekarang benar-benar membuatku menangis. Jongin, maafkan aku.
==
==
Seoul, 14 Oktober 2012
Hari ini tepat 10 tahun pencarianku terhadap Jongin. Aku
hampir tak kenal lelah mencari Jongin ke seluruh penjuru Korea. Namun selama 10
tahun itu pula aku tidak menemukannya. Abeoji
pun mencari Jongin sampai ke luar negeri, namun tetap tidak ditemukan juga.
Sebenarnya kau ke mana, Jongin? Hyung mencarimu
10 tahun ini.
Aku pun beranjak ke tepi tempat tidurku dan mengambil
kotak besi yang selama ini aku simpan. Isinya pun masih utuh, tak pernah
kubuang apalagi kupakai. Kuraih secarik
kertas bergambar yang memang sudah sangat kukenal.
Gambar empat orang bergandengan tangan. Masing-masing
diberi nama. Namun nama itu sudah diberi banyak tulisan lagi. Gambar orang yang
paling tinggi, namun kemudian gambar itu disilang dengan krayon merah. Di
bawahnya diberi tulisan ‘Jongmin Appa,
yang pergi ke laut dan sekarang tidak kembali’.
Gambar Eunkyung pun dicoretnya dengan krayon merah,
tulisannya masih sama seperti dulu. Namun diberi tambahan lagi. ‘ADIK KECILKU EUNKYUNG, YANG BARU BISA
MEMANGGILKU OPPA. SUDAH DIPANGGIL TUHAN. OPPA MENYAYANGIMU.’ Melihat
tulisan itu air mataku kembali menetes.
Gambar eomma
Jongin tidak diberi tanda silang. Namun ada tulisan tambahan di bawahnya. ‘Yeoin eomma. Selalu bersedih karena
kehilangan Eunkyung dan Appa.’ Terakhir adalah gambar Jongin. Dia
menambahkan tulisan lagi. ‘Jongin yang
mempunyai eomma dan Kyungsoo hyung yang sangat menyayangiku.’ Hatiku
benar-benar merasa sangat sedih melihat gambar itu. entah sudah berapa kali aku
menangis tiap melihat gambar itu.
Kukeluarkan sebuah gambar lagi dari kotak besi itu.
Sebuah gambar yang lebih baru dibandingkan dengan gambar tadi. Gambar dua orang
anak kecil di pantai. Di sampingnya terdapat perahu merah. Di sekitar mereka
berserakan kerang-kerang berwarna-warni, dan dua buah layang-layang bergambar
serigala dan beruang. Disitu juga terdapat tulisan ‘Jongin dan Kyungsoo Hyung selalu bermain bersama. Entah di laut, atau
di hutan.” Gambar itu sudah beribu kali kupandang selama 10 tahun ini. Dan
setelah kuamati sekarang, aku baru menyadarinya.
-END-
huhu....
BalasHapusjongin tabah sekali T^T
Ngak tega ngebayanginya! TT^TT
#daebak thor,,,,,,,bikinnlg thor,,ff kaisoo ya..
BalasHapus'Dan setelah kuamati sekarang, aku baru menyadarinya'
BalasHapusItuu maksudnya appaaa??..
Nahkk.. sbnrnya sii Jongin itu kemana?? Apa sii Jongin pergi kehutan buat nyari 7 kurcaci ituu??.. *Okee..hayalanterlalutinggi*
Okee, baguss, kerenn.. tapi aku bingung pas diakhirnya