“3000
SWANS”
Judul : 3000 Swans
Author : Shin Jaejae
Rating : PG-15
Length : Ficlet
Genre : Romance
Cast : Lay EXO M,
Haewon (OC)
Author POV
Yeoja (perempuan) itu berjalan dengan ragu-ragu. Backpack (tas punggung) yang bertengger
di punggungnya nampak sangat penuh. Sudah sejak tadi, atau mungkn sudah sejak
lama dia menunggu saat ini. Saat yang sangat membuat hatinya sangat
berdebar-debar. Saat yang membuat dia merasa sangat gugup, melebihi
kegugupannya saat berhadapan dengan guru konselingnya yang sangat galak. Akhirnya
yeoja itu sampai di tempat yang ia tuju. Deretan loker tempat seseorang yang
sedang berdiri di sana. Seorang namja (laki-laki) yang sedang mengambil tasnya
untuk segera pulang ke rumahnya. Siang itu sekolah sudah nampak sepi, tidak
seperti biasanya.
Yeoja itu semakin gugup saat langkahnya sudah semakin
dekat dengan namja itu. Lima meter sebelum dia sampai di hadapan namja itu,
tiba-tiba langkahnya terhenti. Sejenak ia berpikir lagi. Nampak keragu-raguan
menyelimuti pikirannya. Akhirnya dia memutuskan untuk mengurungkan niatnya
menemui namja itu. namun tepat saat dia akan berbalik, namja itu memanggilnya.
“Haewon-ah!
Hey! Kau mau ke mana?”, tanya namja iti tiba-tiba, yang sukses membuat Haewon
menghentikan langkahnya.
“Engg,,Oppa
(panggilan seorang perempuan untuk laki-laki yang lebih tua).. Lay Oppa. Aku..aku..”, jawab Haewon sambil
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia bingung akan menjawab apa. Lay
yang heran dengan tingkah Haewon pun segera mengunci lokernya dan menghampiri Haewon.
“Ada apa? Kenapa kau belum pulang?”, tanya Lay sambil
menepuk pundak Haewon. Haewon pun sukses bertambah gugup karena ulah Lay itu.
“Aku..aku..aduh..Emm..”, kata Haewon terputus-putus. Dia
nampak kebingungan dan gugup.
“Kau tidak apa-apa kan? Apa kau sakit? Mukamu kenapa
merah padam seperti itu?”, tanya Lay penasaran. Punggung tangannya diletakkan
di dahi Haewon. Haewon pun semakin salah tingkah dan akhirnya menunduk pasrah.
“Nae gwenchana
(aku baik-baik saja) Oppa.”, kata
Haewon sambil menunduk.
“Jinjja? (benarkah/sungguh)
apa perlu kuantar pulang?”, kata Lay perhatian.
“Enng.. ani
(tidak). Bi..bisakah aku bicara dengan Oppa
sebentar saja?”, tanya Haewon, kali ini dia berani menatap Lay yang telah
berada di hadapannya.
“Tentu saja. Kau mau bicara apa? Bagaimana kalau di
bangku itu? Supaya kau lebih rileks.”, ajak Lay, yang diikuti anggukan Haewon.
Haewon pun mengikuti Lay yang berjalan menuju bangku yang tak jauh dari tempat
loker.
Haewon POV
Hatiku sangat berdebar-debar. Ini memang bukan pertama
kalinya aku berbicara dengan Lay Oppa,
namun karena hari ini aku mempunyai tujuan khusus, sepertinya itu membuat
perasaanku menjadi tak karuan. Apalagi saat Lay Oppa tadi menyentuh dahiku dengan punggung tangannya. Aku bahkan
tak sanggup berkata apa-apa. Aku hanya bisa mengumpat dalam hati “Ini. Hal ini yang bisa membuatku cepat mati
karena kerja jantungku yang semakin tak karuan.”
Aku dan Lay Oppa memang
sudah saling mengenal selama hampir dua tahun. Aku mengnal Lay Oppa sejak awal pertama aku memasuki SMA
ini. Lay Oppa adalah namja yang sangat populer di sekolahku
ini. Berperawakan tinggi, kulit putih, pandai, dan lesung pipit yang selalu
terukir di setiap senyumannya membuat semua yeoja
di sekolah ini tergila-gila padanya. Apalagi ditambah dengan kemampuannya
bernyanyi dan memainkan piano, semakin membuat hati yeoja semakin tergila-gila padanya. Dan perasaan itu yang juga aku
rasakan. Sejak dulu, ya, sejak aku bertemu dengannya dulu. Namun semua perasaan
itu hanya aku pendam, karena aku ragu dengan Lay Oppa.
Telah banyak wanita yang menyatakan cinta padanya, namun
semua dia tolak. Padahal harus kuakui, yeoja-yeoja itu sangat cantik dan seksi.
Itulah yang membuatku minder untuk menyatakan perasaanku padanya. Yeoja yang lebih baik dariku saja dia
tolak, apalagi aku. Namun hari ini kuputuskan untuk menyatakan perasaanku
padanya, sebelum dia lulus dari sekolah ini.
“Haewon. Kau melamun?”, tanya Lay Oppa lembut, yang seketika menyadarkanku dari lamunanku tadi. Dia
kini sudah duduk di sampinggku. Dia menatap bola mataku dalam-dalam.
“Ani. Oppa. Mianhe (maaf).”, jawabku.
“Lalu, ada apa? Tadi kau bilang ada yang ingin kau
bicarakan denganku?”, tanya Lay Oppa lagi.
“Enngg.. Ne
(Ya). Maksudku mengajak bicara Oppa
itu..Chakkaman (tunggu sebentar).”,
kataku sambil membongkar backpackku.
Kukeluarkan tiga buah toples kecil yang berisi bentuk burung bangau yang terbuat dari kertas. Masing-masing toples
mempunyai warna yang berbeda. Ya, warna merah, kuning, dan hitam.
“Oppa,
sebenarnya sudah lama aku ingin mengatakan ini padamu. Sebenarnya aku menyukai
sejak lama. Namun aku takut mengatakannya padamu. Baru hari aku mampu
mengatakannya padamu.”, kataku mantap lalu menghela nafas. “Bangau ini
berjumlah seribu buah, warna merah, kuning, dan hitam. Kubuat bangau ini sejak
setahun yang lalu. Kalau kau menerima cintaku, ambillah warna merah, jika kau
hanya menganggapku teman, ambillah warna kuning, dan jika kau sama sekali tak
menyukaiku ambillah warna hitam.”, lanjutku lagi sambil menyodorkan ketiga
toples itu.
Lay Oppa secara
bergantian memandang ketiga toples itu dan memandangku secara bergantian. Raut
mukanya nampak heran, bingung, atau apa aku tidak tahu. Perlahan kedua
tangannya terulur mengambil ketiga toples itu. Diangkatnya ketiga toples itu,
lalu diamatinya dalam-dalam. Sesaat kemudian dia menggeleng-gelengkan
kepalanya, lalu menaruh kembali toples itu. Tanpa berkata apapun, disodorkannya
ketiga toples itu padaku. Aku bingung dan kaget melihat perbuatannya. Belum
sempat aku bertanya padanya, dia sudah beranjak pergi membawa tasnya
meninggalkanku. Ya, meninggalkanku tanpa berkata apapun. Melihat kepergiannya
air mataku sudah tak dapat kubendung lagi. Pecah sudah tangisku. Lama aku
mempersiapkan semua ini, dan semuanya hancur sudah. Kutundukkan kepalaku, dan
kututup wajahku dengan kedua tanganku.
Entah berapa lama aku terisak sendiri dengan posisi
seperti itu. Sendirian di bangku koridor sekolah dan menangis dengan muka kusut
karena ditolak oleh seorang namja.
Rambutu mungkin sudah tak berbentuk lagi karena dari tadi kuacak-acak tidak
jelas. Entah yang pasti aku hanya ingin menangis saat itu.
Author POV
“Hey. Uljima
(jangan menangis)”, kata Lay pada Haewon yang kini terisak. Haewon yang kaget
segera mendongakkan kepalanya, menatap Lay heran.
“K..Ke..Kenapa Op..Oppa
masih di sini? Bukankah Oppa tadi
sudah pulang?”, tanya Haewon heran dengan suara masih tergetar. Rambutnya dan
mukanya kini benar-benar kusut. Lay hanya tersenyum, menampilkan lesung
pipitnya.
“Siapa bilang aku pulang?”, jawab Lay.
“Bukankah tadi Oppa
pergi..setelah..setelah menolakku?”, tanya Haewon ragu-ragu, kemudian
menundukkan kepalanya lagi mengingat peristiwa tadi.
“Menolakmu? Siapa yang menolakmu?”, tanya Lay lagi, masih
tersenyum.
“Lalu? Lalu tadi? Apa maksud Oppa? Aku..aku..tidak mengerti.”, tanya Haewon semakin bingung. Lay
yang gemas pun mencubit pipi Haewon lembut, kemudian meraih rambut Haewon dan
merapikannya. Haewon diam, wajahnya masih menampakkan kebingungan.
“Mukamu jadi jelak kalau menangis.”, kata Lay sambil
mengusap kedua pipi Haewon. “Aku tadi bukannya meninggalkanmu, tapi aku
mengambil ini di lokerku tadi.”, lanjut Lay lagi. Ditunjukkannya sebuah kota
kayu yang berukuran sedang. Haewon tertegun.
“Ap..Apa ini, Oppa?”,
tanya Haewon bingung, mengamati kotak itu dalam-dalam. Lay tersenyum, kemudian
membuka kotak itu perlahan. Haewon sukses tertegun kembali.
“Ini adalah burung bangau yang kubuat sejak hampir dua
tahun yang lalu. Sejak pertama kali aku mengenalmu. Mungkin kini jumlahnya
sudah 3000 bangau.”, kata Lay menjelaskan. Haewon terperangah, lalu mengambil
salah satu bangau kertas itu.
“Bangau-bangau ini kubuat berwarna-warni, sesuai dengan
apa yang kurasakan saat itu. Dan semuanya tentangmu. Dan semuanya kutuliskan di
dalam kertas itu.”, lanjut Lay serius. Haewon pun membuka beberapa bangau
kertas itu. memang benar, di dalamnya terdapat beberapa tulisan.
Hari ini kau memakai pita berwarna pink, sungguh lucu.
Kemarin kulihat kau terjatuh saat pelajaran olahraga, hati-hatilah.
Aku tidak bisa tidur, karena kudengar kau sakit, dan lain
sebagainya.
Melihat tulisan-tulisan itu Haewon pun menjadi semakin
terharu. Air matanya menetes lagi.
“Jadi selama ini Oppa
juga menyukaiku?, tanya Haewon pada Lay. Lay mengangguk. “Lalu kenapa kau tidak
mengatakannya padaku?”, tanya Haewon kesal, lalu memukul lengan Lay perlahan.
Lay pun tersenyum, kemudian memegang tangan Haewon. Menatap bola mata Haewon
dalam-dalam.
“Mianhe.
Sebenarnya aku ingin mengatakan padamu saat kelulusanku nanti. Namun kurasa
hari ini lebih baik.”, kata Lay sambil menatap yeoja di hadapannya ini dalam-dalam.
“Haewonah.
Maukah kau menjadi yeojachinguku
(pacar)?”, tanya Lay serius. Haewon yang tidak mampu berkata apapun hanya
menjawab dengan anggukan. Lay yang senang pun memeluk Haewon erat-erat. Sesaat
kemudian Lay melepaskan pelukannya, kemudian diciumnya bibir Haewon perlahan,
namun hanya sesaat. Menyadari itu, Haewon tersentak, mukanya menjadi merah.
“Gomawo
(terimakasih) Haewonah. Saranghae (aku
mencintaimu).”, kata Lay lagi, kemudian memeluk Haewon.
“Nado (Aku juga)
Oppa.”, jawab Haewon berseri-seri.
Ini adalah hari terbaik baginya.
--END--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar