Minggu, 07 April 2013

[FF] Jongjae (Part 5)


Jongjae (Chapter 5)
Judul              : Jongjae (Chapter 5)
Author                       : Shin Jaejae
Main Cast       : Kai (EXO K), Shin Jae Jae (You), Suho (EXO K)
Other Cast    : Member EXO K, and find out by your self
Genre             : Romance,
Rate                : PG-15
Length                        : Multi chapter

Hello! Hello! Ketemu lagi nih sama author Jaejae! Udah penasaran sama kelanjutannya Jongjae? Check it Out!

Author POV
            Desah nafas Jaejae semakin tak karuan. Apalagi di hadapannya kini Kai berdiri sangat dekat dengannya. Bahkan kedua ujung hidung mereka pun sudah bersentuhan. Namun tiba-tiba Kai menarik wajahnya menjauh, kemudian berkata serius sambil memandangi wajah yeoja yang ada di hadapannya itu. Pegangan tangannya pada kedua tangan Jaejae pun mengendur.
            “Noona. Aku ingin menagih janjimu waktu itu.”, kata Kai tiba-tiba. Jaejae pun kaget dan membuka matanya perlahan.
            “Mwo? Jan..Janji yang mana? Memangnya aku pernah berjanji padamu?”, tanya Jaejae. Otaknya sudah tak berfungsi lagi untuk mengingat yang sudah-sudah. Dan itu karena Kai, namja yang kini tepat berada di hadapannya, tanpa jarak.
            “Kau tidak bisa memungkirinya. Dulu saat kau kubantu menyelesaikan misi, kau berjanji padaku kan?”, kata Kai lagi semakin misterius, yang membuat Jaejae bergidik.
            “Aku..aku memang berjanji padamu..Tapi kau yang lebih dulu mengingkarinya. Kau membuat semuanya kacau.”, jawab Jaejae tanpa ragu.
            “Hhhh..”, Kai membuang nafas panjang. “Tapi aku sudah membantumu, dan kau sudah berjanji. Sekarang aku ingin menagihnya.”, kata Kai gemas, lalu mendekatkan wajahnya lagi ke wajah Jaejae. Jaejae  ketakutan lagi untuk yang kedua kalinya.
            “Me..memangnya apa yang kau mau?”, tanya Jaejae berusaha menjawab. Kai pun mengeluaran smirk andalannya, dan semakin mendesak Jaejae untuk berbicara kembali. Kai pun semakin mendekatkan wajahnya kepada Jaejae. Dan Jaejae tak mampu berkutik lagi, apalagi dia merasa nafasnya telah berbenturan dengan nafas Kai. Kai pun memiringkan wajahnya.
            “Aku ingin kau menghabiskan hari Sabtu besok denganku. Hanya kau dan aku.”, bisik Kai di dekat telinga Jaejae, yang membuat bulu kuduk Jaejae meremang. Lama Jaejae agak terdiam membeku.
            “Ba..baiklah. Tapi kau cepat menjauh dan pakai pakaianmu.”, kata Jaejae masih sambil menutup matanya rapat-rapat. Kai yang mendengar ucapan Jaejae terkekeh  kecil.
            “Shireo. Aku lebih nyaman berada sedekat ini……denganmu.”, kata Kai masih berbisik. Kini tangan kanannya mengusap lembut pipi Jaejae. Jaejae semakin takut dan menutup matanya rapat-rapat. Tak ada pergerakan sama sekali. Namun kemudian Jaejae membuat pergerakan dengan mengulurkan tangan kirinya perlahan-lahan ke atas.
            “Kalau kau tidak mau pergi dari hadapanku dan memakai bajumu. Akan kubuang gelangmu ini.”, kata Jaejae mengancam. Kai pun mendongak melihat tangan kiri Jaejae. Sebuah gelang berwarna coklat kini sudah berada di tangan Jaejae.
            “Andwae. Andwae. Ba..baiklah aku pakai kaosku sekarang.”, kata Kai tiba-tiba dengan panik. Gelang yang dipegang Jaejae adalah gelang pemberian orang tuanya, sehingga Kai pun menyerah karena ancaman Jaejae. Gelang itu Jaejae temukan saat membereskan mejanya tadi. Akhirnya Kai pun mundur dan memakai kaus yang ada di atas tempat tidurnya.
            “Sudah Noona. Aku sudah memaai kaosku. Sekarang kemarikan gelang itu.”, kata Kai sambil mengulurkan tangan kanannya. Jaejae pun membuka matanya, menatap Kai lekat-lekat.
            “Shireo. Kau harus cepat pergi dari ruangan ini. Baru nanti akan kuserahkan padamu saat makan.”, kata Jaejae berbalik mengancam.

            “Ba..baiklah. Aku akan pergi. Tapi jangan kau rusak gelang itu.”, kata Kai menyerah. Dia pun berbalik melangkah pergi. Jaejae pun menghela nafas leganya. Namun baru selangkah berbalik, Kai dengan secepat kilat membalikkan badannya dan mendorong tubuh Jaejae ke tempat tidur. Tubuh Jaejae pun terhempas ke tempat tidurnya. Kini posisi Kai berada di atas Jaejae. Kedua tangan Jaejae pun dia pegang erat-erat. Jantung Jaejae semakin dibuat bekerja lebih cepat karena perlakuan Kai -sedari tadi- padanya. Dia merasa sudah tidak bertenaga lagi.
            “Kau. Nappeun.”, kata Kai lirih, kemudian tangan kanannya mengambil gelang yang ada di tangan kiri Jaejae secara perlahan. “Jangan macam-macam dengan gelang ini.”, kata Kai lagi dengan suara mengancam. Jaejae lagi-lagi hanya menyerah dan menutup kedua matanya rapat-rapat. Sedangkan wajah Kai hanya berjarak 3 cm dari wajah Jaejae. Kai hanya tersenyum, lalu mengamati dalam-dalam wajah ketakutan yeoja yang kini tepat berada di depannya. Tiba-tiba dia menggerakkan wajahnya semakin mendekat ke wajah Jaejae secara perlahan.
            Cup!
            Sebuah kecupan mendarat di pipi kiri Jaejae. Blush! Otomatis wajah Jaejae menjadi semakin merona merah. Kini wajah Kai bergerak ke samping, mendekat ke telinga Jaejae.
            “Noona. Kaja. Kita sarapan sekarang. Kita sudah ditunggu.”, bisik Kai tepat di telinga kiri Jaejae. Kai pun bangkit, terkekeh kecil, lalu meninggalkan ruangan itu. Jaejae terdiam, masih tidak bergerak.
            “Ya!Kaaaaiii Awass kaaaauuu”, teriak Jaejae sangat keras. Namun suara teriakan itu lenyap oleh bantal yang tadi diambilnya dan kini menutupi wajahnya.
---
Author POV
            “Kenapa kau sendirian? Mana Jaejae, Kai?”, tanya Suho melihat Kai yang datang sambil tersenyum-senyum.
            “Entahlah hyung. Mungkin sebentar lagi.”, jawab Kai masih terus tersenyum.
            “Kai. Sudah kubilang berapa kali. Kalau kau keramas pagi hari, cepatlah keringkan rambutmu. Ini musim dingin, kau bisa terserang flu.”, kata Kyungsoo tiba-tiba mendekat pada Kai sambil memegang handuk. Kemudian mencoba mengeringkan rambut Kai dengan handuk itu.
            “Gomawo hyung. Aku bisa melakukannya sendiri.”, jawab Kai tersenyum pada Kyungsoo, lalu mengambil handuk dari tangan Kyungsoo itu. Kemudian dikeringkan rambutnya sendiri memakai handuk itu. Kai pun duduk di kursi yang masih kosong, di sebelah Sehun.
            “Jaejae, apa kau sakit? Kenapa wajahmu merah seperti itu?”, tanya Suho melihat Jaejae yang baru datang dengan wajah merah. Tanpa banyak bicara dia pun segera duduk di tempat yang kosong, di antara Kai dan Suho. Suho pun masih cermat memandangi Jaejae dengan wajah  khawatir.
            “Mungkin noona habis bermimpi bertemu idolanya, hyung. Itu sebabnya wajah noona menjadi merah.”, kata Kai menggoda. Seketika Jaejae mengerutkan keningnya, dan menatap Kai dengan pandangan membunuh.
            Pletak!
            “Aww Appo!”, keluh Kai sambil mengusap-usap kepalanya. “Noona, sendok itu untuk makan, bukan untuk memukul kepalaku!”, kata Kai lagi dengan wajah kesal.
            Jaejae hanya mehrong pada Kai, kemudian membalikkan wajahnya kepada Suho yang ada di sebelah kanannya. “Wajahku memerah karena aku tadi bertemu dengan seekor ulat bulu yang sangat jelek, Oppa. Aku sangat alergi pada ulat bulu, makanya wajahku jadi seperti ini.”, sahut Jaejae sambil melirik tajam  pada Kai.
            “Ya! Ulat bulu apanya?”, sahut Kai seketika.
            “Ulat bulu? Memangnya ulat bulu bisa masuk ke dalam dorm kita?”, tanya Suho polos, menerka-nerka. Jaejae hanya mengangguk.
            “Mungkin ulat bulu yang dimaksud noona itu gambar yang dibuat Kai hyung. Dia ingin menggambar naga, tapi hasilnya malah menjadi ulat bulu. Hahaha.”, kata Sehun tertawa. Yang lainnya pun ikut tertawa, kecuali Kai yang langsung meraih leher Sehun dengan lengan kirinya.
            “Kau! Berani-beraninya mengejek gambaranku! Puisi buatanmu itu juga tidak bagus! Para hyung saja yang berbaik hati menilai puisimu itu bagus!”, kata Kai kesal sambil mengacak-acak kepala sehun di depan dadanya dengan  kesal. Sehun hanya tertawa.
            “Sudahlah, ayo cepat makan. Aku sudah sangat lapar.”, kata Chanyeol menengahi.
            “Oh, iya. Aku tadi sudah membuatkan teh untuk kalian semua. Akan kuambilkan.”, kata Jaejae tiba-tiba. Dia pun beranjak dari kursinya dan  menuju dapur.
            “Akan kubantu, noona.”, kata Kyungsoo menyusul Jaejae ke dapur.
            Tak berapa lama kemudian Jaejae dan Kyungsoo datang dengan membawa dua buah nampan berisi 12 cangkir teh. Mereka berdua pun membagikannya satu persatu, sesuai dengan nama cangkir mereka masing-masing. Jaejae pun segera duduk setelah membagikan teh-teh itu pada semua orang.
            “Teh buatan Jaejae, Jjang!”, kata Baekhyun setelah menyeruput teh di hadapannya sambil mengacungkan jempol kanannya. Yang lainnya mengangguk dan menyeruput teh masing-masing. Namun, tiba-tiba saja Kai menyemburkan teh yang diseruputnya. Lantai di bawah kursinya pun menjadi basah oleh teh yang disemburkan Kai tadi.
            “Noona? Kau memberiku teh apa ini? Rasanya asin sekali”, kata Kai sambil mengelap mulutnya. Wajahnya berkerut seketika. Melihat itu Jaejae terkikik.
            “Ya! Kau ini! Bahkan minum saja tidak bisa! Bersihkan tumpahan airmu itu!”, jawab Jaejae masih terus menahan tawa.
            “Noona! Kau mengerjaiku? Shireo! Aku tidak mau! Bersihkan sendiri!”, kata Kai kesal.
            “Ya! Kau kan yang membuat lantai ini basah? Jadi kau yang harus membersihkannya!”, jawab Jaejae dengan wajah kesal.
            “Itu kan semua karena kau memasukkan garam ke dalam tehku! Shireo!”, kata Kai bersiteguh dengan pendapatnya. Yang lainnya hanya melongo melihat mereka berdua beradu pendapat. Namun pada akhirnya Jaejae lah yang mengalah, karena notabene dia tidak suka dengan sesuatu yang kotor. Akhirnya diambilnya kotak tisu di meja makan, kemudian dia berjongkok untuk membersihkan sisa-sisa tumpahan teh di bawah kursinya dan kursi Kai. Dan tentunya, dia melakukannya dengan mulut mengerucut.
            “Di sebelah situ masih basah noona!”, kata Kai menunjuk genangan air di bawah kursinya.
            “Ya! Bagaimana aku bisa membersihkannya kalau kau di situ? Kau itu cerewet sekali!”, jawab Jaejae mendongak melihat Kai, kemudian melanjutkan pekerjaannya.
            “Haish. Kau ini bisa membersihkan tidak sih? Harusnya begini caranya!”, kata Kai seketika berjongkok lalu meraih beberapa tisu dari kotak tisu, kemudian membersihkan tumpahan air yang berada di lantai bawah kursinya. Kedua orang itu pun membersihkan lantai dengan mulut masih mengomel. Sedangkan yang lainnya mulai memakan sarapan di depan mereka.
            “Kai-ah. Jaejae-ah.”, kata Baekhyun tiba-tiba.
            “Mwo?”, jawab Jaejae dan Kai bersamaan.
            Dddukk!
            Kepala Jaejae dan Kai pun membentur meja di atas mereka, kemudian mereka meringis mengusap-usap kepala mereka. Baekhyun yang melihat itu malah tertawa cekikikan. Kini wajah mereka berdua menyembul dari bawah meja untuk melihat Baekhyun.
            “Mwoya, Baekhyun-ah?”, tanya Jaejae sambil masih mengusap-usap kepalanya.
            “Tidak apa-apa. Hanya saja, kalian berdua sangat ajaib. Ckck..ajaib!”, kata Baekhyun aneh.
            Jaejae dan Kai hanya berpandangan tidak mengerti apa yang Baekhyun katakan. Dan mereka pun melanjutkan pekerjaan mereka mengelap lantai.
---
Sabtu pagi…
Author POV
            “Kita mau ke mana sih, Kai?”, tanya Jaejae dengan wajah malas. Dia mengikuti Kai yang berjalan di depannya sambil menggandeng tangan kirinya.
            “Sudahlah. Nanti kau juga tahu.”, jawab Kai dengan seringai misterius.
            “Tapi hari ini dingin sekali.”, keluh Jaejae kembali.
            “Kau sudah berjanji noona.”, jawab Kai datar.
            Akhirnya mereka sampai di gerbang stasiun. Mereka berdua pun segera keluar dari stasiun itu. Tentu saja Kai pergi dengan menggunakan penyamaran lengkap, sehingga orang-orang tidak mengetahui Kai. Jaejae masih saja bingung tempat apa yang Kai maksud, hanya menurut saja ke mana Kai pergi.
            Pagi itu cuaca memang sangat dingin. Namun karena harus memenuhi janjinya, Jaejae pun terpaksa menuruti ke mana Kai akan pergi. Sambil terus berjalan, Jaejae merasa semakin kedinginan hingga tubuhnya menggigil. Bibirnya pun menjadi kering.
            “Kau kedinginan, noona? Sampai kau menggigil seperti itu.”, kata Kai tiba-tiba. Dia menjadi sedikit kasihan melihat kondisi Jaejae yang kedinginan. Dia pun menghentikan langkahnya, yang otomatis membuat Jaejae juga berhenti.
            “Tentu saja! Memangnya kau kira dalam cuaca seperti ini aku kepanasan?”, jawab Jaejae sekenanya. Tiba-tiba saja Kai mengeluarkan kedua tangan dari saku jaketnya, lalu menggosok kedua telapak tangannya. Sesaat kemudian ditempelkannya kedua telapak tangannya itu ke pipi Jaejae. Jaejae pun sontak kaget dengan perlakuannya, sehingga pipinya merona merah. Dia pun menatap Kai heran.
            “Sekarang sudah hangat, kan? Itu wajahmu sudah merah seperti kepiting rebus.”, kata Kai sambil memasukkan tangannya kembali ke dalam saku. Jaejae malah melotot mendengar apa yang dikatakan Kai, kemudian berjalan sendirian meninggalkan Kai. Kai pun terkekeh dan segera berlari menyusul Jaejae yang berada tak jauh di depannya. Terlihat Jaejae masih kedinginan. Dengan serta merta Kai meraih tangan kanan Jaejae dan memasukkannya ke dalam saku jaket Kai. Jaejae kaget, sejenak dia meronta ingin melepaskan tangannya. Namun Kai masih tetap mengenggam tangan Jaejae di dalam sakunya, sehingga Jaejae pun menyerah. Mereka pun terus berjalan hingga sampai di depan sebuah gerbang yang sangat tinggi.
유원지
Amusement Park
            Jaejae menengadah untuk melihat tulisan besar yang terdapat pada gerbang tersebut. Sejurus kemudian dia melihat ke arah Kai dengan wajah bertanya-tanya.
            “Kenapa kita harus ke sini?”, tanya Jaejae dengan nada malas.
            “Wae? Noona tidak suka?”, jawab Kai sambil memandang Jaejae.
            “Aku..aku kan tidak suka ketinggian.”, sahut Jaejae lirih.
            “Aku tahu.”, jawab Kai tanpa memandang Jaejae. Serta merta Jaejae kaget dan mendongak.
            “Da.dari mana kau tahu?”, tanya Jaejae serius memandang Kai yang masih fokus memandang ke depan.
            “Baru saja kau ucapkan.”, jawab Kai menoleh ke arah Jaejae sambil tertawa. Wajah  Jaejae pun berubah menjadi cemberut. “Kaja. Ayo kita main.”, ajak Kai sambil menarik Jaejae yang ogah-ogahan.
            Amusement park adalah tempat yang paling dibenci oleh Jaejae. Dia paling tidak suka ketinggian, namun Kai malah mengajaknya ke sini. Bianglala, komidi putar, roller coaster, dan segala macam permainan lainnya membuat Jaejae bergidik. Tapi apa boleh buat, dia sudah berjanji pada Kai.
            “Kai, kita main itu saja, ya. Tak usah naik wahana.”, ucap Jaejae merengek. Kai pun hanya tersenyum, lalu mengangguk. Mereka pun menuju ke permainan menangkap boneka. Sudah hampir 3 kali Kai gagal menangkap sebuah boneka, dan akhirnya mereka pun menyerah dan mencoba berbagai permainan yang lainnya. Setelah mencoba beberapa permainan, mereka pun pergi dan duduk di sebuah bangku. Kai tampak bosan. Jaejae yang menyadari perubahan ekspresi Kai, merasa kasihan. Dia merasa begitu egois pada Kai.
            “Kai-ah.”, kata Jaejae pada Kai yang duduk di sampingnya. Kai hanya menoleh lemah, masih dengan tampang bosannya.
            “Ba..bagaimana kalau kita coba naik salah satu wahana saja? Aku..aku ingin mencoba naik wahana.”, tawar Jaejae pada Kai. Dia berusaha membuat suaranya senormal mungkin, agar Kai tidak tahu bahwa dia mati-matian berusaha memaksa dirinya.
            “Katamu kau takut naik wahana. Aku tidak mau memaksamu.”, jawab Kai dengan tatapannya yang lurus ke depan, tidak memandang Jaejae.
            “Gwenchana. Ayo kita naik sekali saja. Lagipula aku sudah berjanji padamu. Aku tidak akan mengingkarinya.”, jawab Jaejae meyakinkan Kai.
            “Jinjja? Baiklah kalau begitu.”, kata Kai tertarik. “Kaja!”, Kai pun menarik tangan Jaejae menuju wahana roller coaster. Tampak raut muka Jaejae ketakutan, sambil menunggu antrian tiket, dia masih saja menggenggam tangan Kai.
            “Kau takut, Noona?”, tanya Kai khawatir. Jaejae hanya menggeleng, dipaksakannya tersenyum. Setelah tiket mereka dapat, mereka berdua pun segera menuju kursi mereka dan langsung duduk.
            “Kau yakin, Noona?”, tanya Kai sekali lagi saat roller coaster akan meluncur. Jaeje hanya mengangguk. Roller coaster pun seketika melaju dengan kecepatan penuh. Naik, turun, miring, hingga berputar. Kai berteriak kegirangan, dia merasa seluruh kepenatannya hilang seketika. Di sisi lain, Jaejae hanya diam. Dan tentu saja Kai tak mendengar karena suasana yang sangat ramai karena teriakan orang-orang. Dan akhirnya roller coaster berhenti di pemberhentian.
            Tanpa banyak bicara Jaejae segera pergi dari kereta roller coaster itu, meninggalkan Kai. Kai pun heran, kemudian berlari menyusul Jaejae. Terlihat olehnya Jaejae duduk di bangku dengan kepala tertunduk. Kedua telapak tangannya ia tangkupkan untuk menutupi wajahnya. Kai pun menghampiri Jaejae kemudian duduk di sampingnya.
            “Noona? Gwenchanaeyo?”, tanya Kai memandang Jaejae khawatir. Jaejae hanya menggeleng, masih dengan kedua telapak tangannya yang menutup wajahnya. Tangan Kai bergerak maju meraih tangan Jaejae. Perlahan dia membuka kedua telapak tangan Jaejae. Awalnya Jaejae enggan membukanya, namun karena dipaksa Kai, dia pun perlahan membuka telapak tangannya. Namun dia masih saja menunduk. Dengan tangan kanannya, Kai pun mengangkat pelan dagu Jaejae. Terlihat muka Jaejae merah, pipinya basah karena air  mata. Matanya memerah karena sejak tadi menangis, tanpa suara. Kai heran dan kaget.
            “Mi..mianhe noona. Karena aku kau jadi ketakutan begini.”, kata Kai tulus, memandang Jaejae yang masih menunduk.
            “Gwenchana. Aku yang harusnya minta maaf padamu. Aku berjanji untuk menemanimu seharian ini, namun aku..aku..”, jawab Jaejae terisak.
            “Gwenchana, noona. Aku tidak memaksamu. Aku tahu kau takut.”, jawab Kai sambil mengelus-elus punggung Jaejae. Ingin rasanya saat itu Kai memeluk Jaejae, namun dia mengurungkan niatnya karena di tempat umum. Lama mereka terdiam seperti itu.Namun tiba-tiba Kai berdiri dan meraih tangan Jaejae.
            “Kaja noona. Ayo kita ke tempat lain saja.”, ajak Kai sambil tersenyum memandang Jaejae. Jaejae mendongak, mengiyakan ajakan Kai. Mereka berdua pun segera pergi dari tempat itu.
            Tak berapa lama kemudian mereka pun sampai di sebuah sungai. Mereka hanya duduk diam di tepi sungai sambil mengamati aliran air. Sungai itu tidak terlalu besar dan alirannya hanya kecil. Dalamnya pun hanya di atas mata kaki. Lama mereka duduk terdiam seperti itu, sampai akhirnya sebuah suara mengusik mereka. Mereka mendengar ciap anak ayam tak jauh dari tempat mereka. Kai tidak begitu mempedulikannya, namun Jaejae sepertinya terusik oleh suara itu. Dia pun berjalan mencari di mana asal suara itu.
            Beberapa menit kemudian terlihat olehnya seekor anak ayam di dalam sungai, berusaha berenang melawan arus. Anak ayam itu menciap-ciap, berenang di tepi sungai. Namun tiba-tiba anak ayam itu terseret ke tengah sungai dan hampir terseret arus. Anak ayam itu masih berusaha berenang melawan arus sambil menciap-ciap mencari induknya. Jaejae yang melihat anak ayam itu tanpa pikir panjang langsung menceburkan diri ke dalam sungai yang dingin untuk menyelamatkan anak ayam itu.
            “Noona! Kau mau ke mana! Ya! Jangan masuk ke sungai! Sepatumu nanti basah! Dingin, noona!”, teriak Kai serta merta, melihat Jaejae yang langsung masuk ke dalam sungai. Namun terlambat, Jaejae sudah masuk ke dalam sungai masih dengan sepatunya lengkap, kemudian dimasukkan tangannya ke dalam air mengangkat anak ayam yang sendirian itu. setelah mendapatkan anak ayam itu, dia pun menepi ke tepi sungai.
            “Oenni Jangan diapa-apakan anak ayamku itu!”, teriak seorang anak berlari-lari menghampiri mereka dengan wajah pucat. Jaejae pun menoleh, melongo melihat anak kecil itu berlari-lari ke arahnya. Akhirnya anak perempuan itu pun berhenti di depan Jaejae dengan nafas terengah-engah.
            “Ada apa adik kecil? Ada yang bisa kubantu?”, tanya Jaejae lembut, membungkukkan badannya agar sejajar dengan wajah anak itu.
            “I..itu..itu anak ayamku yang tadi lari dari rumah. Boleh aku memintanya kembali?”, tanya akan itu polos. Jaejae pun memandangi anak ayam itu dengan teliti.
            “Oohh..jadi ini anak ayammu? Lain kali jangan sampai lepas, ya. Kasihan anak ayammu tercebur ke sungai.”, kata Jaejae sambil menyerahkan anak ayam itu. Anak kecil itu pun menerima anak ayam itu dengan wajah gembira.
            “Gamsahamnida, Oenni.”, ucapnya tulus. Jaejae pun hanya tersenyum sambil mengacak puncak kepala anak itu. Setelah itu anak itu pun pergi berlari menjauh. Jaejae pun duduk kembali di tepi sungai. Kai yang sedari tadi melihat kejadian beruntun itu hanya diam melongo, lalu mengambil tempat di samping Jaejae untuk duduk.
            “Noona. Kau tahu kan ini musim dingin. Kenapa juga kau masuk ke dalam sungai. Lihat, sepatumu basah.”, kata Kai sambil menunjuk sepatu Jaejae yang basah. Jaejae hanya tersenyum, kemudian melepas kedua sepatunya. Jaejae pun sedikit menggigil karena merasa kedinginan.
            “Anak ayam itu..seperti aku.”, ucap Jaejae membuka pembicaraan. Kai heran, namun tetap diam dan mendengarkan.
            “Dulu saat aku pertama kali ke Korea, aku seperti anak ayam itu. Sendirian, ketakutan, asing, dan tak tahu harus ke mana. Untung saja aku ditemukan oleh Jonghyun oppa yang baik hati.”
            “Noona. Memangnya siapa sebenarnya Jonghyun oppamu itu? Bagaimana ceritanya sampai kau ditemukan olehnya.”
            “Dulu saat di bandara, aku merasa sangat asing. Tak punya keluarga, tak tahu harus ke mana. Namun saat aku akan keluar dari bandara kulihat ada sebuah passport terjatuh. Kuambil, dan kuserahkan pada petugas di sana. Dan ternyata memang itu passpor Jonghyun oppa. Yang pada akhirnya aku pun diajaknya tinggal di rumahnya, aku dirawat dan diajari mengenai negara ini.”
            “Oh, geure.”
            Mereka terdiam lagi. Jaejae masih menggigil kedinginan, namun dia berusaha tidak menunjukkannya pada Kai. Namun Kai memang menyadari bahwa Jaejae kedinginan sejak tadi, apalagi dengan sepatunya yang terlepas.
            “Noona. Kau lapar, kan? Ayo kita makan!”, ajak Kai sambil berdiri.
            “Makan? Makan di mana?”, jawab Jaejae sambil mendongak, dia tak beranjak dari duduknya sama sekali.
            “Sudahlah! Ikut saja! Ini tempat yang paling spesial!”, ajak Kai lagi sambil menarik tangan Jaejae untuk berdiri.
            “Chakkaman. Kupakai dulu sepatuku!”, kata Jaejae memakai sepatunya kembali.
---
          Katamu kita akan makan? Kenapa kita ke sini?”, tanya Jaejae heran. Namun Kai hanya menoleh dan menempelkan telunjuknya di depan bibirnya, agar Jaejae diam dan tak banyak tanya. Mereka pun akhirnya sampai di sebuah rumah. Kai langsung menekan bel rumah, lalu muncullah seorang wanita paruh baya yang membukakan pintu.
            “Aigoo..Jongin! Ayo cepat masuk! Kenapa kau bisa sampai ke sini? Apa kau tidak ada jadwal?”, kata wanita itu begitu melihat Kai di depannya. Kai hanya diam dan tersenyum, kemudina wanita itu menarik Kai masuk. Jaejae yang tidak tahu menahu hanya melongo dan heran melihat kejadian itu. Dia masih terdiam membeku di tempatnya berdiri. Melihat itu, Kai pun berbalik dan menarik tangan Jaejae untuk ikut masuk ke dalam rumah.
            “Omo! Jongin! Lama sekali kau tidan ke sini! Bagaimana kabarmu?”, seorang wanita yang kira-kira berumur 23 tahunan langsung memeluk Kai setelah mereka masuk ke dalam rumah.
            Seisi rumah menjadi gempar oleh tawaan dan senyuman bahagia. Mereka masih saja memeluk, mengacak-acak rambut Kai, dan lain sebagainya. Namun Jaejae masih saja bingung dengan adegan di hadapannya ini.
            “Oh, chakkaman. Noona, Eomma, kukenalkan ini Jaejae noona.”, kata Kai memperkenalkan Jaejae pada noona dan eomma Kai.
            “N..ne..annyeong hasaeyeo.Shin Jaejae imnida.”, kata Jaejae sambil membungkuk hormat. Noona dan Eomma Kai pun membungkuk menyalami Jaejae.
            “Oh, jadi ini yang menjadi pasanganmu di variety show itu Jongin? Neomu yeoppo.”, kata noona Kai sambil memeluk bahu Jaejae.
            “Ani..Gamsahamnida, Eonni.”, kata Jaejae kikuk.
            “Ah, kau jangan malu. Kau benar-benar cantik.”, puji noona Kai.
            “Ayo kita makan dulu. Kalian pasti lapar. Eomma tadi sudah memasak.”, kata Eomma Kai menggandeng tangan Jaejae ke ruang makan.
            Mereka berempat pun makan dengan lahap. Banyak sekali pembicaraan terjadi di sela-sela mereka makan. Mungkin karena Kai yang sangat jarang ke rumah.
            “Eomma, kami pamit. Noona, boleh aku pinjam sepatumu?”, tanya Kai pada noonanya.
            “Sepatu? Untuk apa?”, tanya noonanya berbalik, heran.
            “Sudahlah. Aku pinjam.”, kata Kai lagi.
            Noonanya pun segera mengulurkan sepatu lamanya yang dia dapat di dalam lemari. “Ini, tapi ini sepatu lama. Memangnya untuk apa?”, tanya noona Kai lagi. Kai hanya tersenyum, kemudian menerima sepatu itu.
            “Ahjumma, Eonni. Gamsahamnida atas semua makanan tadi. Saya permisi.”, kata Jaejae mengucapkan permisi.
            “Kau, jangan memanggilku ahjumma. Panggil saja Eomma. Aku senang sekali bertemu dengan gadis baik sepertimu. Aku jadi tidak khawatir dengan Jongin.”, kata Eomma Kai sambil memegang tangan kanan Jaejae. Jaejae yang mendengar itu hanya kaget dan tidak mampu berkata apapun. Kai dan Jaejae pun berpamitan dan memakai sepatu mereka. Namun betapa kaget Jaejae, saat melihat sepatunya sudah tidak ada.
            “Pakai saja yang ini. Sepatumu basah, noona. Nanti kau bisa sakit.”, kata Kai sambil menyodorkan sepatu yang dipinjamnya dari noonanya.
            “Tapi ini sepatu siapa? Lalu sepatuku kau kemanakan?”, tanya Jaejae heran, enggan menerima sepatu warna putih pemberian Kai.
            “Sudahlah, pakai saja. Sepatumu aman.”, jawab Kai sambil tersenyum. Jaejae pun hanya menurut apa yang dikatakan Kai. Setelah mengucapkan selamat tinggal dan berpamitan lagi, mereka pun pergi.
            “Sepatu ini, terlalu besar untukku Kai. Aku sulit berjalan.”, keluh Jaejae.
            “Yang penting kau tidak sakit, noona. Sudah, pakai saja.”, jawab Kai datar.
            Hari itu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Mereka pun berencana kembali ke dorm. Namun di tengah perjalanan menuju subway, mereka terhenti oleh sebuah keramaian. Mereka tertarik oleh sorak sorai tersebut, yang ternyata adalah sebuah dance battle jalanan. Kai pun merasa tertarik dan ingin ikut bergabung.
            “Kai, sudah. Tak usah ikut. Kita nanti bisa kemalaman.”, kata Jaejae menahan Kai yang ingin ikut menari.
            “Hanya sebentar saja, noona. Tak usah cemas. Arasseo?”, jawab Kai sambil tersenyum. Kai pun segera bergabung dan melakukan dance dengan anak-anak muda di situ. Memang sangat diakui Jaejae, kemampuan dance Kai sangat baik. Jaejae pun berdecak kagum melihat penampilan dance Kai. Sorak-sorai pun semakin ramai. Namun saat di tengah-tengah menari, Kai tiba-tiba terjatuh. Dia mengerang kesakitan. Semua orang panik, terutama Jaejae yang langsung berteriak histeris dan menghampiri Kai.
            “Kau kenapa? Ada apa denganmu?”, tanya Jaejae dengan sangat khawatir. Kai masih saja terus mengerang. Semua orang pun merubungnya untuk melihat keadaan Kai. Sebagian di antaranya berusaha mencegat taksi untuk mengantar Kai ke rumah sakit. Selang beberapa saat kemudian mereka pun mendapatkan sebuah taksi. Mereka pun mengangkat Kai ke dalam taksi, disusul Jaejae. Jaejae pun mengucapkan terimakasih dan taksi segera melaju ke rumah sakit.
            “Noona..sakit sekali..pinggangku..sakiiit sekaliii.”, erang Kai sambil memegang pinggangnya. Dia pun tidur terlentang dengan beralaskan paha Jaejae. Mereka duduk di kursi belakang taksi itu. kai tak henti-hentinya mengerang kesakitan.
            “Tahan sebentar Kai. Kita akan segera sampai ke rumah sakit. Kau tahan sebentar.”, jawab Jaejae menangis hebat. Dia tak tahu bagaimana sakit yang dirasakan oleh Kai, sehingga dia hanya bisa menggenggam tangan Kai.
            “Ahjusshi. Tolong percepat taksinya.”, kata Jaejae pada supir taksi dengan suara bergetar. Air matanya masih saja mengalir. Dia benar-benar tidak tahan melihat keadaan Kai yang kesakitan.
            “Noona. Jangan menangis. Kalau kau menangis, sakitku jadi bertambah rasanya.”, kata Kai tiba-tiba, di tengah erangannya. Jaejae pun cepat-cepat menghapus air matanya dengan punggung tangan kirinya.
            “Aku..aku tidak menangis. Jadi tolong bertahan sebentar lagi. Kita segera sampai.”, kata Jaejae berusaha mati-matian menahan air matanya. Namun air matanya masih terus saja mengalir di kedu a pipinya. Kai hanya mengangguk lemah, meringis menahan sakitnya.
            Beberapa menit kemudian mereka sampai di rumah sakit, Jaejae pun segera membayar taksi dan membopong Kai memasuki rumah sakit dengan hati-hati. Sampai di loby, perawat pun segera membantu Jaejae dan membawa Kai ke ruang gawat darurat. Jaejae mengikuti Kai sampai ke ruangan itu, namun ditahan oleh para perawat. Akhirnya Jaejae pun hanya bisa menunggu di luar. Matanya sembab, wajahnya kusut, pikirannya sangat kacau. Akhirnya Jaejae pun berdiri bersandarkan dinding.
            Pikiran Jaejae terus berkecamuk. Dia mengingat kejadian yang tidak pernah disangkanya tadi. Mengalirlah air matanya. Sampai akhirnya dia pun merosot jatuh terduduk ke lantai, masih dengan air matanya yang mengalir. Pelan-pelan dibukanya ponselnya dan menekan sebuah nomor. Ditempelkannya ponsel itu di telinganya.
            “Oppaa…”

-TBC-

Akhirnya JJ chapter 5 selesai juga. Maaf yang ini agak pendekan,,soalnya buntu,,hehe.nantikan kelanjutannya di chapter 6 ya chingu..komennya ditunggugamsahamnida..:D

1 komentar:

  1. Borgata Hotel Casino & Spa Announces $330 Million - JTM
    ATLANTIC CITY, N.J. (April 19, 2021) -- Borgata Hotel Casino 부천 출장마사지 & Spa announced on Monday 경상남도 출장마사지 that 구리 출장샵 it 여주 출장마사지 has reached a $330 million 서산 출장샵 settlement with

    BalasHapus