Jongjae (Chapter 5)
Judul : Jongjae (Chapter 5)
Author : Shin Jaejae
Main
Cast : Kai (EXO K), Shin Jae Jae
(You), Suho (EXO K)
Other
Cast : Member EXO K, and find out by
your self
Genre : Romance,
Rate : PG-15
Length : Multi chapter
Hello! Hello! Ketemu lagi nih sama author Jaejae! Udah
penasaran sama kelanjutannya Jongjae? Check it Out!
Author POV
Desah
nafas Jaejae semakin tak karuan. Apalagi di hadapannya kini Kai berdiri sangat
dekat dengannya. Bahkan kedua ujung hidung mereka pun sudah bersentuhan. Namun
tiba-tiba Kai menarik wajahnya menjauh, kemudian berkata serius sambil
memandangi wajah yeoja yang ada di hadapannya itu. Pegangan tangannya pada
kedua tangan Jaejae pun mengendur.
“Noona.
Aku ingin menagih janjimu waktu itu.”, kata Kai tiba-tiba. Jaejae pun kaget dan
membuka matanya perlahan.
“Mwo?
Jan..Janji yang mana? Memangnya aku pernah berjanji padamu?”, tanya Jaejae.
Otaknya sudah tak berfungsi lagi untuk mengingat yang sudah-sudah. Dan itu
karena Kai, namja yang kini tepat berada di hadapannya, tanpa jarak.
“Kau tidak
bisa memungkirinya. Dulu saat kau kubantu menyelesaikan misi, kau berjanji
padaku kan?”, kata Kai lagi semakin misterius, yang membuat Jaejae bergidik.
“Aku..aku
memang berjanji padamu..Tapi kau yang lebih dulu mengingkarinya. Kau membuat
semuanya kacau.”, jawab Jaejae tanpa ragu.
“Hhhh..”,
Kai membuang nafas panjang. “Tapi aku sudah membantumu, dan kau sudah berjanji.
Sekarang aku ingin menagihnya.”, kata Kai gemas, lalu mendekatkan wajahnya lagi
ke wajah Jaejae. Jaejae ketakutan lagi
untuk yang kedua kalinya.
“Me..memangnya
apa yang kau mau?”, tanya Jaejae berusaha menjawab. Kai pun mengeluaran smirk andalannya, dan semakin mendesak
Jaejae untuk berbicara kembali. Kai pun semakin mendekatkan wajahnya kepada
Jaejae. Dan Jaejae tak mampu berkutik lagi, apalagi dia merasa nafasnya telah
berbenturan dengan nafas Kai. Kai pun memiringkan wajahnya.
“Aku ingin
kau menghabiskan hari Sabtu besok denganku. Hanya kau dan aku.”, bisik Kai di
dekat telinga Jaejae, yang membuat bulu kuduk Jaejae meremang. Lama Jaejae agak
terdiam membeku.
“Ba..baiklah.
Tapi kau cepat menjauh dan pakai pakaianmu.”, kata Jaejae masih sambil menutup
matanya rapat-rapat. Kai yang mendengar ucapan Jaejae terkekeh kecil.
“Shireo.
Aku lebih nyaman berada sedekat ini……denganmu.”, kata Kai masih berbisik. Kini
tangan kanannya mengusap lembut pipi Jaejae. Jaejae semakin takut dan menutup
matanya rapat-rapat. Tak ada pergerakan sama sekali. Namun kemudian Jaejae
membuat pergerakan dengan mengulurkan tangan kirinya perlahan-lahan ke atas.
“Kalau kau
tidak mau pergi dari hadapanku dan memakai bajumu. Akan kubuang gelangmu ini.”,
kata Jaejae mengancam. Kai pun mendongak melihat tangan kiri Jaejae. Sebuah
gelang berwarna coklat kini sudah berada di tangan Jaejae.
“Andwae. Andwae.
Ba..baiklah aku pakai kaosku sekarang.”, kata Kai tiba-tiba dengan panik.
Gelang yang dipegang Jaejae adalah gelang pemberian orang tuanya, sehingga Kai
pun menyerah karena ancaman Jaejae. Gelang itu Jaejae temukan saat membereskan mejanya
tadi. Akhirnya Kai pun mundur dan memakai kaus yang ada di atas tempat
tidurnya.
“Sudah
Noona. Aku sudah memaai kaosku. Sekarang kemarikan gelang itu.”, kata Kai
sambil mengulurkan tangan kanannya. Jaejae pun membuka matanya, menatap Kai
lekat-lekat.
“Shireo.
Kau harus cepat pergi dari ruangan ini. Baru nanti akan kuserahkan padamu saat
makan.”, kata Jaejae berbalik mengancam.
“Ba..baiklah.
Aku akan pergi. Tapi jangan kau rusak gelang itu.”, kata Kai menyerah. Dia pun
berbalik melangkah pergi. Jaejae pun menghela nafas leganya. Namun baru
selangkah berbalik, Kai dengan secepat kilat membalikkan badannya dan mendorong
tubuh Jaejae ke tempat tidur. Tubuh Jaejae pun terhempas ke tempat tidurnya.
Kini posisi Kai berada di atas Jaejae. Kedua tangan Jaejae pun dia pegang
erat-erat. Jantung Jaejae semakin dibuat bekerja lebih cepat karena perlakuan
Kai -sedari tadi- padanya. Dia merasa sudah tidak bertenaga lagi.
“Kau. Nappeun.”, kata Kai lirih, kemudian
tangan kanannya mengambil gelang yang ada di tangan kiri Jaejae secara
perlahan. “Jangan macam-macam dengan gelang ini.”, kata Kai lagi dengan suara
mengancam. Jaejae lagi-lagi hanya menyerah dan menutup kedua matanya rapat-rapat.
Sedangkan wajah Kai hanya berjarak 3 cm dari wajah Jaejae. Kai hanya tersenyum,
lalu mengamati dalam-dalam wajah ketakutan yeoja yang kini tepat berada di
depannya. Tiba-tiba dia menggerakkan wajahnya semakin mendekat ke wajah Jaejae
secara perlahan.
Cup!
Sebuah
kecupan mendarat di pipi kiri Jaejae. Blush!
Otomatis wajah Jaejae menjadi semakin merona merah. Kini wajah Kai bergerak ke
samping, mendekat ke telinga Jaejae.
“Noona.
Kaja. Kita sarapan sekarang. Kita sudah ditunggu.”, bisik Kai tepat di telinga
kiri Jaejae. Kai pun bangkit, terkekeh kecil, lalu meninggalkan ruangan itu. Jaejae
terdiam, masih tidak bergerak.
“Ya‼!Kaaaaiii‼
Awass kaaaauuu‼”, teriak Jaejae sangat keras. Namun
suara teriakan itu lenyap oleh bantal yang tadi diambilnya dan kini menutupi
wajahnya.
---
Author POV
“Kenapa
kau sendirian? Mana Jaejae, Kai?”, tanya Suho melihat Kai yang datang sambil
tersenyum-senyum.
“Entahlah
hyung. Mungkin sebentar lagi.”, jawab Kai masih terus tersenyum.
“Kai.
Sudah kubilang berapa kali. Kalau kau keramas pagi hari, cepatlah keringkan
rambutmu. Ini musim dingin, kau bisa terserang flu.”, kata Kyungsoo tiba-tiba
mendekat pada Kai sambil memegang handuk. Kemudian mencoba mengeringkan rambut
Kai dengan handuk itu.
“Gomawo
hyung. Aku bisa melakukannya sendiri.”, jawab Kai tersenyum pada Kyungsoo, lalu
mengambil handuk dari tangan Kyungsoo itu. Kemudian dikeringkan rambutnya
sendiri memakai handuk itu. Kai pun duduk di kursi yang masih kosong, di
sebelah Sehun.
“Jaejae,
apa kau sakit? Kenapa wajahmu merah seperti itu?”, tanya Suho melihat Jaejae
yang baru datang dengan wajah merah. Tanpa banyak bicara dia pun segera duduk
di tempat yang kosong, di antara Kai dan Suho. Suho pun masih cermat memandangi
Jaejae dengan wajah khawatir.
“Mungkin
noona habis bermimpi bertemu idolanya, hyung. Itu sebabnya wajah noona menjadi
merah.”, kata Kai menggoda. Seketika Jaejae mengerutkan keningnya, dan menatap
Kai dengan pandangan membunuh.
Pletak!
“Aww‼
Appo!”, keluh Kai sambil mengusap-usap kepalanya. “Noona, sendok itu untuk
makan, bukan untuk memukul kepalaku!”, kata Kai lagi dengan wajah kesal.
Jaejae
hanya mehrong pada Kai, kemudian membalikkan wajahnya kepada Suho yang ada di
sebelah kanannya. “Wajahku memerah karena aku tadi bertemu dengan seekor ulat
bulu yang sangat jelek, Oppa. Aku sangat alergi pada ulat bulu, makanya wajahku
jadi seperti ini.”, sahut Jaejae sambil melirik tajam pada Kai.
“Ya! Ulat
bulu apanya?”, sahut Kai seketika.
“Ulat
bulu? Memangnya ulat bulu bisa masuk ke dalam dorm kita?”, tanya Suho polos,
menerka-nerka. Jaejae hanya mengangguk.
“Mungkin
ulat bulu yang dimaksud noona itu gambar yang dibuat Kai hyung. Dia ingin
menggambar naga, tapi hasilnya malah menjadi ulat bulu. Hahaha.”, kata Sehun
tertawa. Yang lainnya pun ikut tertawa, kecuali Kai yang langsung meraih leher
Sehun dengan lengan kirinya.
“Kau!
Berani-beraninya mengejek gambaranku! Puisi buatanmu itu juga tidak bagus! Para
hyung saja yang berbaik hati menilai puisimu itu bagus!”, kata Kai kesal sambil
mengacak-acak kepala sehun di depan dadanya dengan kesal. Sehun hanya tertawa.
“Sudahlah,
ayo cepat makan. Aku sudah sangat lapar.”, kata Chanyeol menengahi.
“Oh, iya.
Aku tadi sudah membuatkan teh untuk kalian semua. Akan kuambilkan.”, kata
Jaejae tiba-tiba. Dia pun beranjak dari kursinya dan menuju dapur.
“Akan
kubantu, noona.”, kata Kyungsoo menyusul Jaejae ke dapur.
Tak berapa
lama kemudian Jaejae dan Kyungsoo datang dengan membawa dua buah nampan berisi
12 cangkir teh. Mereka berdua pun membagikannya satu persatu, sesuai dengan
nama cangkir mereka masing-masing. Jaejae pun segera duduk setelah membagikan
teh-teh itu pada semua orang.
“Teh
buatan Jaejae, Jjang!”, kata Baekhyun setelah menyeruput teh di hadapannya
sambil mengacungkan jempol kanannya. Yang lainnya mengangguk dan menyeruput teh
masing-masing. Namun, tiba-tiba saja Kai menyemburkan teh yang diseruputnya.
Lantai di bawah kursinya pun menjadi basah oleh teh yang disemburkan Kai tadi.
“Noona?
Kau memberiku teh apa ini? Rasanya asin sekali‼”, kata Kai
sambil mengelap mulutnya. Wajahnya berkerut seketika. Melihat itu Jaejae
terkikik.
“Ya! Kau
ini! Bahkan minum saja tidak bisa! Bersihkan tumpahan airmu itu!”, jawab Jaejae
masih terus menahan tawa.
“Noona!
Kau mengerjaiku? Shireo! Aku tidak mau! Bersihkan sendiri!”, kata Kai kesal.
“Ya! Kau
kan yang membuat lantai ini basah? Jadi kau yang harus membersihkannya!”, jawab
Jaejae dengan wajah kesal.
“Itu kan
semua karena kau memasukkan garam ke dalam tehku! Shireo!”, kata Kai bersiteguh
dengan pendapatnya. Yang lainnya hanya melongo melihat mereka berdua beradu
pendapat. Namun pada akhirnya Jaejae lah yang mengalah, karena notabene dia
tidak suka dengan sesuatu yang kotor. Akhirnya diambilnya kotak tisu di meja
makan, kemudian dia berjongkok untuk membersihkan sisa-sisa tumpahan teh di
bawah kursinya dan kursi Kai. Dan tentunya, dia melakukannya dengan mulut
mengerucut.
“Di
sebelah situ masih basah noona!”, kata Kai menunjuk genangan air di bawah
kursinya.
“Ya!
Bagaimana aku bisa membersihkannya kalau kau di situ? Kau itu cerewet sekali!”,
jawab Jaejae mendongak melihat Kai, kemudian melanjutkan pekerjaannya.
“Haish.
Kau ini bisa membersihkan tidak sih? Harusnya begini caranya!”, kata Kai
seketika berjongkok lalu meraih beberapa tisu dari kotak tisu, kemudian
membersihkan tumpahan air yang berada di lantai bawah kursinya. Kedua orang itu
pun membersihkan lantai dengan mulut masih mengomel. Sedangkan yang lainnya
mulai memakan sarapan di depan mereka.
“Kai-ah.
Jaejae-ah.”, kata Baekhyun tiba-tiba.
“Mwo?”,
jawab Jaejae dan Kai bersamaan.
Dddukk!
Kepala
Jaejae dan Kai pun membentur meja di atas mereka, kemudian mereka meringis
mengusap-usap kepala mereka. Baekhyun yang melihat itu malah tertawa cekikikan.
Kini wajah mereka berdua menyembul dari bawah meja untuk melihat Baekhyun.
“Mwoya,
Baekhyun-ah?”, tanya Jaejae sambil masih mengusap-usap kepalanya.
“Tidak
apa-apa. Hanya saja, kalian berdua sangat ajaib. Ckck..ajaib!”, kata Baekhyun
aneh.
Jaejae dan
Kai hanya berpandangan tidak mengerti apa yang Baekhyun katakan. Dan mereka pun
melanjutkan pekerjaan mereka mengelap lantai.
---
Sabtu pagi…
Author POV
“Kita mau
ke mana sih, Kai?”, tanya Jaejae dengan wajah malas. Dia mengikuti Kai yang
berjalan di depannya sambil menggandeng tangan kirinya.
“Sudahlah.
Nanti kau juga tahu.”, jawab Kai dengan seringai misterius.
“Tapi hari
ini dingin sekali.”, keluh Jaejae kembali.
“Kau sudah
berjanji noona.”, jawab Kai datar.
Akhirnya
mereka sampai di gerbang stasiun. Mereka berdua pun segera keluar dari stasiun
itu. Tentu saja Kai pergi dengan menggunakan penyamaran lengkap, sehingga
orang-orang tidak mengetahui Kai. Jaejae masih saja bingung tempat apa yang Kai
maksud, hanya menurut saja ke mana Kai pergi.
Pagi itu
cuaca memang sangat dingin. Namun karena harus memenuhi janjinya, Jaejae pun
terpaksa menuruti ke mana Kai akan pergi. Sambil terus berjalan, Jaejae merasa
semakin kedinginan hingga tubuhnya menggigil. Bibirnya pun menjadi kering.
“Kau
kedinginan, noona? Sampai kau menggigil seperti itu.”, kata Kai tiba-tiba. Dia
menjadi sedikit kasihan melihat kondisi Jaejae yang kedinginan. Dia pun
menghentikan langkahnya, yang otomatis membuat Jaejae juga berhenti.
“Tentu
saja! Memangnya kau kira dalam cuaca seperti ini aku kepanasan?”, jawab Jaejae
sekenanya. Tiba-tiba saja Kai mengeluarkan kedua tangan dari saku jaketnya,
lalu menggosok kedua telapak tangannya. Sesaat kemudian ditempelkannya kedua
telapak tangannya itu ke pipi Jaejae. Jaejae pun sontak kaget dengan
perlakuannya, sehingga pipinya merona merah. Dia pun menatap Kai heran.
“Sekarang
sudah hangat, kan? Itu wajahmu sudah merah seperti kepiting rebus.”, kata Kai
sambil memasukkan tangannya kembali ke dalam saku. Jaejae malah melotot
mendengar apa yang dikatakan Kai, kemudian berjalan sendirian meninggalkan Kai.
Kai pun terkekeh dan segera berlari menyusul Jaejae yang berada tak jauh di
depannya. Terlihat Jaejae masih kedinginan. Dengan serta merta Kai meraih
tangan kanan Jaejae dan memasukkannya ke dalam saku jaket Kai. Jaejae kaget,
sejenak dia meronta ingin melepaskan tangannya. Namun Kai masih tetap
mengenggam tangan Jaejae di dalam sakunya, sehingga Jaejae pun menyerah. Mereka
pun terus berjalan hingga sampai di depan sebuah gerbang yang sangat tinggi.
“유원지”
Amusement Park
Jaejae
menengadah untuk melihat tulisan besar yang terdapat pada gerbang tersebut.
Sejurus kemudian dia melihat ke arah Kai dengan wajah bertanya-tanya.
“Kenapa
kita harus ke sini?”, tanya Jaejae dengan nada malas.
“Wae? Noona
tidak suka?”, jawab Kai sambil memandang Jaejae.
“Aku..aku
kan tidak suka ketinggian.”, sahut Jaejae lirih.
“Aku
tahu.”, jawab Kai tanpa memandang Jaejae. Serta merta Jaejae kaget dan
mendongak.
“Da.dari
mana kau tahu?”, tanya Jaejae serius memandang Kai yang masih fokus memandang
ke depan.
“Baru saja
kau ucapkan.”, jawab Kai menoleh ke arah Jaejae sambil tertawa. Wajah Jaejae pun berubah menjadi cemberut. “Kaja.
Ayo kita main.”, ajak Kai sambil menarik Jaejae yang ogah-ogahan.
Amusement park adalah tempat yang paling
dibenci oleh Jaejae. Dia paling tidak suka ketinggian, namun Kai malah
mengajaknya ke sini. Bianglala, komidi putar, roller coaster, dan segala macam
permainan lainnya membuat Jaejae bergidik. Tapi apa boleh buat, dia sudah
berjanji pada Kai.
“Kai, kita
main itu saja, ya. Tak usah naik wahana.”, ucap Jaejae merengek. Kai pun hanya
tersenyum, lalu mengangguk. Mereka pun menuju ke permainan menangkap boneka.
Sudah hampir 3 kali Kai gagal menangkap sebuah boneka, dan akhirnya mereka pun
menyerah dan mencoba berbagai permainan yang lainnya. Setelah mencoba beberapa
permainan, mereka pun pergi dan duduk di sebuah bangku. Kai tampak bosan.
Jaejae yang menyadari perubahan ekspresi Kai, merasa kasihan. Dia merasa begitu
egois pada Kai.
“Kai-ah.”,
kata Jaejae pada Kai yang duduk di sampingnya. Kai hanya menoleh lemah, masih
dengan tampang bosannya.
“Ba..bagaimana
kalau kita coba naik salah satu wahana saja? Aku..aku ingin mencoba naik
wahana.”, tawar Jaejae pada Kai. Dia berusaha membuat suaranya senormal
mungkin, agar Kai tidak tahu bahwa dia mati-matian berusaha memaksa dirinya.
“Katamu kau
takut naik wahana. Aku tidak mau memaksamu.”, jawab Kai dengan tatapannya yang
lurus ke depan, tidak memandang Jaejae.
“Gwenchana.
Ayo kita naik sekali saja. Lagipula aku sudah berjanji padamu. Aku tidak akan
mengingkarinya.”, jawab Jaejae meyakinkan Kai.
“Jinjja?
Baiklah kalau begitu.”, kata Kai tertarik. “Kaja!”, Kai pun menarik tangan
Jaejae menuju wahana roller coaster. Tampak raut muka Jaejae ketakutan, sambil
menunggu antrian tiket, dia masih saja menggenggam tangan Kai.
“Kau takut,
Noona?”, tanya Kai khawatir. Jaejae hanya menggeleng, dipaksakannya tersenyum.
Setelah tiket mereka dapat, mereka berdua pun segera menuju kursi mereka dan
langsung duduk.
“Kau yakin,
Noona?”, tanya Kai sekali lagi saat roller coaster akan meluncur. Jaeje hanya
mengangguk. Roller coaster pun seketika melaju dengan kecepatan penuh. Naik,
turun, miring, hingga berputar. Kai berteriak kegirangan, dia merasa seluruh
kepenatannya hilang seketika. Di sisi lain, Jaejae hanya diam. Dan tentu saja
Kai tak mendengar karena suasana yang sangat ramai karena teriakan orang-orang.
Dan akhirnya roller coaster berhenti di pemberhentian.
Tanpa
banyak bicara Jaejae segera pergi dari kereta roller coaster itu, meninggalkan
Kai. Kai pun heran, kemudian berlari menyusul Jaejae. Terlihat olehnya Jaejae
duduk di bangku dengan kepala tertunduk. Kedua telapak tangannya ia tangkupkan
untuk menutupi wajahnya. Kai pun menghampiri Jaejae kemudian duduk di
sampingnya.
“Noona?
Gwenchanaeyo?”, tanya Kai memandang Jaejae khawatir. Jaejae hanya menggeleng,
masih dengan kedua telapak tangannya yang menutup wajahnya. Tangan Kai bergerak
maju meraih tangan Jaejae. Perlahan dia membuka kedua telapak tangan Jaejae.
Awalnya Jaejae enggan membukanya, namun karena dipaksa Kai, dia pun perlahan
membuka telapak tangannya. Namun dia masih saja menunduk. Dengan tangan
kanannya, Kai pun mengangkat pelan dagu Jaejae. Terlihat muka Jaejae merah,
pipinya basah karena air mata. Matanya
memerah karena sejak tadi menangis, tanpa suara. Kai heran dan kaget.
“Mi..mianhe
noona. Karena aku kau jadi ketakutan begini.”, kata Kai tulus, memandang Jaejae
yang masih menunduk.
“Gwenchana.
Aku yang harusnya minta maaf padamu. Aku berjanji untuk menemanimu seharian
ini, namun aku..aku..”, jawab Jaejae terisak.
“Gwenchana,
noona. Aku tidak memaksamu. Aku tahu kau takut.”, jawab Kai sambil
mengelus-elus punggung Jaejae. Ingin rasanya saat itu Kai memeluk Jaejae, namun
dia mengurungkan niatnya karena di tempat umum. Lama mereka terdiam seperti
itu.Namun tiba-tiba Kai berdiri dan meraih tangan Jaejae.
“Kaja
noona. Ayo kita ke tempat lain saja.”, ajak Kai sambil tersenyum memandang
Jaejae. Jaejae mendongak, mengiyakan ajakan Kai. Mereka berdua pun segera pergi
dari tempat itu.
Tak berapa
lama kemudian mereka pun sampai di sebuah sungai. Mereka hanya duduk diam di
tepi sungai sambil mengamati aliran air. Sungai itu tidak terlalu besar dan alirannya
hanya kecil. Dalamnya pun hanya di atas mata kaki. Lama mereka duduk terdiam
seperti itu, sampai akhirnya sebuah suara mengusik mereka. Mereka mendengar
ciap anak ayam tak jauh dari tempat mereka. Kai tidak begitu mempedulikannya,
namun Jaejae sepertinya terusik oleh suara itu. Dia pun berjalan mencari di
mana asal suara itu.
Beberapa
menit kemudian terlihat olehnya seekor anak ayam di dalam sungai, berusaha
berenang melawan arus. Anak ayam itu menciap-ciap, berenang di tepi sungai.
Namun tiba-tiba anak ayam itu terseret ke tengah sungai dan hampir terseret
arus. Anak ayam itu masih berusaha berenang melawan arus sambil menciap-ciap
mencari induknya. Jaejae yang melihat anak ayam itu tanpa pikir panjang
langsung menceburkan diri ke dalam sungai yang dingin untuk menyelamatkan anak
ayam itu.
“Noona! Kau
mau ke mana! Ya! Jangan masuk ke sungai! Sepatumu nanti basah! Dingin, noona!”,
teriak Kai serta merta, melihat Jaejae yang langsung masuk ke dalam sungai. Namun
terlambat, Jaejae sudah masuk ke dalam sungai masih dengan sepatunya lengkap,
kemudian dimasukkan tangannya ke dalam air mengangkat anak ayam yang sendirian
itu. setelah mendapatkan anak ayam itu, dia pun menepi ke tepi sungai.
“Oenni‼ Jangan diapa-apakan anak ayamku itu!”, teriak seorang anak
berlari-lari menghampiri mereka dengan wajah pucat. Jaejae pun menoleh, melongo
melihat anak kecil itu berlari-lari ke arahnya. Akhirnya anak perempuan itu pun
berhenti di depan Jaejae dengan nafas terengah-engah.
“Ada apa
adik kecil? Ada yang bisa kubantu?”, tanya Jaejae lembut, membungkukkan
badannya agar sejajar dengan wajah anak itu.
“I..itu..itu
anak ayamku yang tadi lari dari rumah. Boleh aku memintanya kembali?”, tanya
akan itu polos. Jaejae pun memandangi anak ayam itu dengan teliti.
“Oohh..jadi
ini anak ayammu? Lain kali jangan sampai lepas, ya. Kasihan anak ayammu
tercebur ke sungai.”, kata Jaejae sambil menyerahkan anak ayam itu. Anak kecil
itu pun menerima anak ayam itu dengan wajah gembira.
“Gamsahamnida,
Oenni.”, ucapnya tulus. Jaejae pun hanya tersenyum sambil mengacak puncak
kepala anak itu. Setelah itu anak itu pun pergi berlari menjauh. Jaejae pun
duduk kembali di tepi sungai. Kai yang sedari tadi melihat kejadian beruntun
itu hanya diam melongo, lalu mengambil tempat di samping Jaejae untuk duduk.
“Noona. Kau
tahu kan ini musim dingin. Kenapa juga kau masuk ke dalam sungai. Lihat,
sepatumu basah.”, kata Kai sambil menunjuk sepatu Jaejae yang basah. Jaejae
hanya tersenyum, kemudian melepas kedua sepatunya. Jaejae pun sedikit menggigil
karena merasa kedinginan.
“Anak ayam
itu..seperti aku.”, ucap Jaejae membuka pembicaraan. Kai heran, namun tetap
diam dan mendengarkan.
“Dulu saat
aku pertama kali ke Korea, aku seperti anak ayam itu. Sendirian, ketakutan,
asing, dan tak tahu harus ke mana. Untung saja aku ditemukan oleh Jonghyun oppa
yang baik hati.”
“Noona.
Memangnya siapa sebenarnya Jonghyun oppamu itu? Bagaimana ceritanya sampai kau
ditemukan olehnya.”
“Dulu saat
di bandara, aku merasa sangat asing. Tak punya keluarga, tak tahu harus ke
mana. Namun saat aku akan keluar dari bandara kulihat ada sebuah passport
terjatuh. Kuambil, dan kuserahkan pada petugas di sana. Dan ternyata memang itu
passpor Jonghyun oppa. Yang pada akhirnya aku pun diajaknya tinggal di
rumahnya, aku dirawat dan diajari mengenai negara ini.”
“Oh,
geure.”
Mereka
terdiam lagi. Jaejae masih menggigil kedinginan, namun dia berusaha tidak
menunjukkannya pada Kai. Namun Kai memang menyadari bahwa Jaejae kedinginan
sejak tadi, apalagi dengan sepatunya yang terlepas.
“Noona. Kau
lapar, kan? Ayo kita makan!”, ajak Kai sambil berdiri.
“Makan?
Makan di mana?”, jawab Jaejae sambil mendongak, dia tak beranjak dari duduknya
sama sekali.
“Sudahlah!
Ikut saja! Ini tempat yang paling spesial!”, ajak Kai lagi sambil menarik
tangan Jaejae untuk berdiri.
“Chakkaman.
Kupakai dulu sepatuku!”, kata Jaejae memakai sepatunya kembali.
---
“Katamu
kita akan makan? Kenapa kita ke sini?”, tanya Jaejae heran. Namun Kai hanya
menoleh dan menempelkan telunjuknya di depan bibirnya, agar Jaejae diam dan tak
banyak tanya. Mereka pun akhirnya sampai di sebuah rumah. Kai langsung menekan
bel rumah, lalu muncullah seorang wanita paruh baya yang membukakan pintu.
“Aigoo..Jongin!
Ayo cepat masuk! Kenapa kau bisa sampai ke sini? Apa kau tidak ada jadwal?”,
kata wanita itu begitu melihat Kai di depannya. Kai hanya diam dan tersenyum,
kemudina wanita itu menarik Kai masuk. Jaejae yang tidak tahu menahu hanya
melongo dan heran melihat kejadian itu. Dia masih terdiam membeku di tempatnya
berdiri. Melihat itu, Kai pun berbalik dan menarik tangan Jaejae untuk ikut
masuk ke dalam rumah.
“Omo!
Jongin! Lama sekali kau tidan ke sini! Bagaimana kabarmu?”, seorang wanita yang
kira-kira berumur 23 tahunan langsung memeluk Kai setelah mereka masuk ke dalam
rumah.
Seisi
rumah menjadi gempar oleh tawaan dan senyuman bahagia. Mereka masih saja
memeluk, mengacak-acak rambut Kai, dan lain sebagainya. Namun Jaejae masih saja
bingung dengan adegan di hadapannya ini.
“Oh,
chakkaman. Noona, Eomma, kukenalkan ini Jaejae noona.”, kata Kai memperkenalkan
Jaejae pada noona dan eomma Kai.
“N..ne..annyeong
hasaeyeo.Shin Jaejae imnida.”, kata Jaejae sambil membungkuk hormat. Noona dan
Eomma Kai pun membungkuk menyalami Jaejae.
“Oh, jadi
ini yang menjadi pasanganmu di variety show itu Jongin? Neomu yeoppo.”, kata
noona Kai sambil memeluk bahu Jaejae.
“Ani..Gamsahamnida,
Eonni.”, kata Jaejae kikuk.
“Ah, kau
jangan malu. Kau benar-benar cantik.”, puji noona Kai.
“Ayo kita
makan dulu. Kalian pasti lapar. Eomma tadi sudah memasak.”, kata Eomma Kai
menggandeng tangan Jaejae ke ruang makan.
Mereka
berempat pun makan dengan lahap. Banyak sekali pembicaraan terjadi di sela-sela
mereka makan. Mungkin karena Kai yang sangat jarang ke rumah.
“Eomma,
kami pamit. Noona, boleh aku pinjam sepatumu?”, tanya Kai pada noonanya.
“Sepatu? Untuk
apa?”, tanya noonanya berbalik, heran.
“Sudahlah.
Aku pinjam.”, kata Kai lagi.
Noonanya
pun segera mengulurkan sepatu lamanya yang dia dapat di dalam lemari. “Ini, tapi
ini sepatu lama. Memangnya untuk apa?”, tanya noona Kai lagi. Kai hanya
tersenyum, kemudian menerima sepatu itu.
“Ahjumma,
Eonni. Gamsahamnida atas semua makanan tadi. Saya permisi.”, kata Jaejae
mengucapkan permisi.
“Kau,
jangan memanggilku ahjumma. Panggil saja Eomma. Aku senang sekali bertemu
dengan gadis baik sepertimu. Aku jadi tidak khawatir dengan Jongin.”, kata
Eomma Kai sambil memegang tangan kanan Jaejae. Jaejae yang mendengar itu hanya
kaget dan tidak mampu berkata apapun. Kai dan Jaejae pun berpamitan dan memakai
sepatu mereka. Namun betapa kaget Jaejae, saat melihat sepatunya sudah tidak
ada.
“Pakai
saja yang ini. Sepatumu basah, noona. Nanti kau bisa sakit.”, kata Kai sambil
menyodorkan sepatu yang dipinjamnya dari noonanya.
“Tapi ini
sepatu siapa? Lalu sepatuku kau kemanakan?”, tanya Jaejae heran, enggan
menerima sepatu warna putih pemberian Kai.
“Sudahlah,
pakai saja. Sepatumu aman.”, jawab Kai sambil tersenyum. Jaejae pun hanya
menurut apa yang dikatakan Kai. Setelah mengucapkan selamat tinggal dan
berpamitan lagi, mereka pun pergi.
“Sepatu
ini, terlalu besar untukku Kai. Aku sulit berjalan.”, keluh Jaejae.
“Yang
penting kau tidak sakit, noona. Sudah, pakai saja.”, jawab Kai datar.
Hari itu
sudah menunjukkan pukul 3 sore. Mereka pun berencana kembali ke dorm. Namun di
tengah perjalanan menuju subway, mereka terhenti oleh sebuah keramaian. Mereka
tertarik oleh sorak sorai tersebut, yang ternyata adalah sebuah dance battle
jalanan. Kai pun merasa tertarik dan ingin ikut bergabung.
“Kai,
sudah. Tak usah ikut. Kita nanti bisa kemalaman.”, kata Jaejae menahan Kai yang
ingin ikut menari.
“Hanya
sebentar saja, noona. Tak usah cemas. Arasseo?”, jawab Kai sambil tersenyum.
Kai pun segera bergabung dan melakukan dance dengan anak-anak muda di situ.
Memang sangat diakui Jaejae, kemampuan dance Kai sangat baik. Jaejae pun berdecak
kagum melihat penampilan dance Kai. Sorak-sorai pun semakin ramai. Namun saat
di tengah-tengah menari, Kai tiba-tiba terjatuh. Dia mengerang kesakitan. Semua
orang panik, terutama Jaejae yang langsung berteriak histeris dan menghampiri
Kai.
“Kau kenapa?
Ada apa denganmu?”, tanya Jaejae dengan sangat khawatir. Kai masih saja terus
mengerang. Semua orang pun merubungnya untuk melihat keadaan Kai. Sebagian di
antaranya berusaha mencegat taksi untuk mengantar Kai ke rumah sakit. Selang
beberapa saat kemudian mereka pun mendapatkan sebuah taksi. Mereka pun
mengangkat Kai ke dalam taksi, disusul Jaejae. Jaejae pun mengucapkan
terimakasih dan taksi segera melaju ke rumah sakit.
“Noona..sakit
sekali..pinggangku..sakiiit sekaliii.”, erang Kai sambil memegang pinggangnya.
Dia pun tidur terlentang dengan beralaskan paha Jaejae. Mereka duduk di kursi
belakang taksi itu. kai tak henti-hentinya mengerang kesakitan.
“Tahan
sebentar Kai. Kita akan segera sampai ke rumah sakit. Kau tahan sebentar.”,
jawab Jaejae menangis hebat. Dia tak tahu bagaimana sakit yang dirasakan oleh
Kai, sehingga dia hanya bisa menggenggam tangan Kai.
“Ahjusshi.
Tolong percepat taksinya.”, kata Jaejae pada supir taksi dengan suara bergetar.
Air matanya masih saja mengalir. Dia benar-benar tidak tahan melihat keadaan
Kai yang kesakitan.
“Noona.
Jangan menangis. Kalau kau menangis, sakitku jadi bertambah rasanya.”, kata Kai
tiba-tiba, di tengah erangannya. Jaejae pun cepat-cepat menghapus air matanya
dengan punggung tangan kirinya.
“Aku..aku
tidak menangis. Jadi tolong bertahan sebentar lagi. Kita segera sampai.”, kata
Jaejae berusaha mati-matian menahan air matanya. Namun air matanya masih terus
saja mengalir di kedu a pipinya. Kai hanya mengangguk lemah, meringis menahan
sakitnya.
Beberapa
menit kemudian mereka sampai di rumah sakit, Jaejae pun segera membayar taksi
dan membopong Kai memasuki rumah sakit dengan hati-hati. Sampai di loby,
perawat pun segera membantu Jaejae dan membawa Kai ke ruang gawat darurat.
Jaejae mengikuti Kai sampai ke ruangan itu, namun ditahan oleh para perawat.
Akhirnya Jaejae pun hanya bisa menunggu di luar. Matanya sembab, wajahnya
kusut, pikirannya sangat kacau. Akhirnya Jaejae pun berdiri bersandarkan
dinding.
Pikiran
Jaejae terus berkecamuk. Dia mengingat kejadian yang tidak pernah disangkanya
tadi. Mengalirlah air matanya. Sampai akhirnya dia pun merosot jatuh terduduk
ke lantai, masih dengan air matanya yang mengalir. Pelan-pelan dibukanya
ponselnya dan menekan sebuah nomor. Ditempelkannya ponsel itu di telinganya.
“Oppaa…”
-TBC-
Akhirnya JJ chapter 5 selesai juga. Maaf yang ini agak
pendekan,,soalnya buntu,,hehe.nantikan kelanjutannya di chapter 6 ya
chingu..komennya ditunggugamsahamnida..:D
Borgata Hotel Casino & Spa Announces $330 Million - JTM
BalasHapusATLANTIC CITY, N.J. (April 19, 2021) -- Borgata Hotel Casino 부천 출장마사지 & Spa announced on Monday 경상남도 출장마사지 that 구리 출장샵 it 여주 출장마사지 has reached a $330 million 서산 출장샵 settlement with