Minggu, 07 April 2013

[FF] The Last Choice


The Last Choice

Judul              : The Last Choice
Author            : Shin Jae Jae
Genre             : Romance, marriage life, Hurt, Happy
Rate                : PG-15
Length            : one shoot
Cast                            : Haewon (or maybe you), Luhan EXO M, Kris EXO M.

Annenyong haebaragi!! :D Back with my different story and different characters. And I’m back with one shoot story. So, happy reading friends!! :D
Note: ff ini pernah dipublish di www.exofanfiction.wordpress.com

Author POV
            Yeoja itu masih sesenggukan. Air matanya dari tadi masih mengalir, seperti tiada habisnya. Namja di hadapannya hanya diam tak bersuara apapun. Kepalanya menunduk. Entah berapa lama keadaan seperti itu tercipta.
            “Ini jalan yang tebaik untuk kita berdua Hae-ya. Jangan kita sesali lagi. Kau tahu kita dulu menikah karena paksaan orang tuaku. Memang sebelumnya aku mencintaimu, tapi entah kenapa rasa itu sekarang sudah mati. Maafkan aku.”, kata namja itu memecah kesunyian, lalu mulai merangkul yeoja di hadapannya itu.
            Yeoja itu tak melawan saat namja itu merengkuhnya, karena mungkin tenaganya sudah habis untuk menangis. Namja itu pun menangis, sambil mengusap lembut rambut yeoja itu . akhirnya yeoja itu melepaskan pelukan namja itu kemudian bersuara dengat nada bergetar.
            “Memang ini yang kau mau, Oppa. Sudah tiga tahun kita menikah, dan mempunyai Yihan. Namun ternyata kau tidak pernah bisa mencintaiku. Maafkan aku, memang aku yang bersalah dari awal.”
            “Cinta tak bisa dipaksa. Kita akan mengasuh Yihan bersama-sama, meskipun kita bercerai.”
---
Luhan POV
 
            “Hae-ya. Sudahlah kau jangan seperti ini terus. Kau harus makan dan jaga kesehatanmu. Mungkin ini memang keputusan yang terbaik untukmu dan Kris.”, kataku sambil mengelus rambut Haewon. Haewon yang sedari pagi tadi diam dengan mata yang bengkak dan wajah yang sangat kusut masih berkutat dengan diamnya. Pandangan matanya kosong, mungkin dia masih terpukul dengan perceraiannya.
            “Mengapa kau masih peduli padaku oppa? Dulu aku sudah jahat padamu karena menikah dengan Kris. Seharusnya kau membenciku.”,Haewon mulai membuka suara dengan nada bergetar. Wajahnya menatapku dengan pandangan sayu. Aku terdiam, kata-katanya begitu menyesakkan dadaku.
            “Mengapa kau begitu baik padaku oppa? Lupakanlah aku yang dulu telah menyakitimu. Aku tak pantas menerima kebaikanmu.”, lanjutnya. Air matanya mengalir lagi. Entah kenapa, aku benar-benar tak tahan melihatnya menangis seperti ini. Kurengkuh badannya dan kupeluk erat. Kata-kata yang sepertinya akan keluar dari bibirnya seketika terhenti.
            Aku tak tahu yang ada di pikiranku saat itu. Aku tak mampu membalas kata-katanya, yang hanya bisa kulakukan hanyalah memeluknya. Berharap dia mengerti. Sebelum menikah dengan Kris, dia adalah yeoja yang pertama mengisi hatiku. Bahkan sampai detik ini pun aku tak bisa melupakannya sama sekali.
            “Saranghaeyo Hae-ya.”, hanya kata-kata itu yang akhirnya keluar dari mulutku, berbisik di telinganya. Mendengar ucapanku, isakan Haewon semakin keras dan mengeratkan pelukannya padaku. Entah mungkin dia seperti sangat merindukan pelukan ini. Begitu pula aku. Sampai akhirnya dia tertidur di bahuku dengan kedua tangannya yang masih melingkar di pinggangku..
---
3 hari kemudian...
            “Hah! Tak kusangka yeoja itu begitu cepat mendapatkan penggantiku. Memang benar perasaanku tentangnya. Dan sekarang dia kembali padamu lagi!”, kata Kris sambil mencibir ke arahku. Pandangan matanya sangat sinis. Mendengar kata-katanya tentang Haewon, emosiku benar-benar memuncak. Tak kusangka Haewon selama ini berdampingan dengan namja yang begitu keras.
            “Ya! Jaga mulutmu! Kau tak pantas berkata seperti itu tentang Haewon! Kau tidak tahu apa-apa tentangnya! Bahkan setelah 3 tahun menikah pun kau tak tahu apa-apa tentangnya? Huh, suami macam apa kau! Namja pengecut!”, jawabku dengan nada tinggi dan mata memerah.
            “Namja pengecut? Bukannya kau yang pengecut? Kau bahkan rela menyerahkan yeoja yang kau cintai menikah dengan orang lain!”, kata Kris lagi. Mendengar kata-katanya itu aku menjadi semakin emosi dan ingin segera memukulnya, namun aku meredam emosiku.
            “Aku ke sini bukan untuk bertengkar denganmu. Aku hanya ingin mengambil barang-barang Haewon.”, kataku menahan emosi. Kris hanya tertawa sinis sambil melemparkan tas ke hadapanku. Tanpa banyak berkata-kata aku mengambil tas itu dan segera beringsut pergi dari apartemen Kris.
---
1 bulan kemudian..
Author POV
            “Haewon~ah. Besok hari Sabtu. Bagaimana kalau kita pergi ke taman Safari?”, tanya Luhan pada Haewon yang sedang menyiapkan sarapan di dapur.
            “Hmm,,boleh juga oppa. Sudah lama aku tak berjalan-jalan ke sana. Pasti akan menyenangkan.”, jawab Haewon dengan tidak mengalihkan pandangannya dari kompor di hadapannya.
            Luhan yang sedari tadi duduk di meja makan bosan kemudian menghampiri Haewon ke dapur. Entah kenapa Luhan tiba-tiba memeluk Haewon dari belakang. Haewon terlonjak kaget dengan sikap Luhan.
            “Ngg..Op..Oppa..kau membuatku kaget.”, kata Haewon sambil melepas pelukan Luhan. Sikapnya sekarang jadi rikuh. Luhan yang menyadari kerikuhan Haewon segera tersadar akan kesalahannya.
            “Mi..mianhe Haewon. A..Aku..tidak bermaksud..Mianhe.”, kata Luhan gugup. Dia merasa sangat bersalah. Kepalanya menunduk, tidak berani menatap Haewon. Haewon yang menyadari perubahan sikap Luhan mencoba untuk mencairkan suasana.
            “Gwenchana, Oppa. Aku hanya kaget tadi.”, kata Haewon tersenyum. Luhan mulai mengangkat kepalanya dan menatap Haewon dengan pandangan tak percaya.
            “Sudahlah, cepat makan sarapanmu. Nanti kau terlambat masuk kantor.”, Haewon mulai meraih dasi Luhan dan merapikannya. Luhan masih heran dengan sikap Haewon.
            “Gomawo Haewon-ah.”, kata Luhan akhirnya.
---
Luhan POV    
“Aku benar-benar tidak sabar bertemu Yihan. Sudah satu bulan lebih aku tidak bertemu dengannya. Akhirnya Appanya mengizinkanku untuk bertemu dengannya.”, kata yeoja di sampingku ini dengan wajah berseri-seri. Setelah lebih satu bulan dia tinggal denganku setelah perceraiannya, baru kali ini aku melihat dia seceria ini. Kemarin dia mendapat telepon dari Kris untuk menjemput Yihan karena dia akan pergi ke Amerika untuk urusan perusahaanya.
Yihan adalah anak dari hasil perkawinan Kris dan Haewon tiga tahun lalu. Umurnya baru dua tahun, tapi kata Haewon dia sangat pandai an aktif. Yihan adalah anak laki-laki, maka dari itu Kris tidak ingin lepas darinya. Nama Yihan sebenarnya adalah Wu Yi Han, perpaduan antara namaku dan nama asli Kris. Haewon menamainya Yihan karena itu janjinya padaku saat dia menikah dulu. Dia berjanji untuk menamai anaknya dengan nama Kris dan namaku.
“Oppa..oppa. Kau melamunkan apa?”, tanya Haewon mengguncang-guncang bahuku. Lamunanku tentang masa laluku seketika buyar.
“Ngg,,ani. Aku hanya membayangkan bagaimana keadaan Yihan sekarang. Dia pasti sangat tampan.”, kataku sambil tersenyum.
“Tentu saja. Wajahnya sangat mirip denganku. Dia sangat suka menggambar dan bermain bola.”, jawab Haewon tersenyum lebar.
“Jinjja? Bermain bola? Wah, pasti aku akan bisa segera akrab dengan Yihan. Aku tidak sabar bertemu dengannya.”, kataku menoleh padanya. Salah, sebenarnya saat itu aku merasa sangat gugup. Memikirkan bagaimana nanti reaksi Yihan saat bertemu denganku. Apakah dia nanti akan menyukaiku atau tidak. Bagaimana jika nanti dia menolakku? Semua pikiran itu berkecamuk di pikiranku.
“Tenanglah oppa. Yihan anak yang mudah berteman. Dia pasti akan menyukaimu.”, kata Haewon tiba-tiba. Tangannya mengelus lenganku. Sepertinya dia tahu apa yang kupikirkan.
“Ne. Mungkin aku hanya agak gugup saja.”, jawabku tersenyum. Kugenggam sejenak tangan kiri Haewon untuk meredam kegugupanku.
---
Haewon POV 
“Umma, kapan appa akan pulang?”, tanya Yihan dengan nada kesal. Dia melempar-lemparkan mainannya. Itu yang selalu dilakukannya saat dia merasa kesal atau bosan.
“Mwo? Appa? Kris appa akan pulang 2 minggu lagi Yihan.”, jawabku sambil mengambil mainan yang dilemparkannya kemudian duduk di hadapannya. Afron warna pink masih kukenakan, menebarkan bau daging.
“Aniya. Bukan Kris appa. Tapi Luhan appa.”, jawabnya dengan bibir mengerucut. Matanya menatapku dalam-dalam. Aku terkaget mendengar perkataannya.
“Lu..Luhan appa? Apa maksumu chagiya?”, aku bingung dengan kata-kata Yihan barusan. Dia menyebut Luhan dengan panggilan appa.  Panggilan yang sangat aneh di telingaku. Harusnya dia menyebut Luhan sebagai paman, bukan appa.
“Ne, Luhan appa. Umma. Luhan appa. Kapan dia pulang?”, rengek Yihan lebih keras lagi.  Aku semakin bingung.
“Yihan sayang, kau harusnya memanggil dengan paman Luhan, bukan Luhan appa.”, jawabku meluruskan perkataannya.
“Shireo. Luhan itu appaku umma.”, kata Yihan tegas. Matanya berkilat-kilat penuh dengan keseriusan. Akhirnya aku menyerah dan membiarkannya menyebut appa. Tepat saat itu Luhan oppa datang sambil membawa sebuah kotak besar berwarna biru.
“Paman datang. Paman sudah pulang bekerja Yihan. Tebak apa yang paman bawa untukmu?”, teriak Luhan dari pintu sambil mencopot sepatunya. Yihan yang mendengar Luhan datang langsung melemparkan mainannya dan berlari menyongsong Luhan dengan semangat. Baru sehari Yihan tinggal bersamaku dan Luhan oppa, namun dia sudah sangat cocok dengan Luhan. Dia sangat senang bermain dengan Luhan. Luhan oppa pun sangat senang dengan Yihan yang ceria.
“Appaaa!! Akhirnya appa datang! Aku merindukanmu appa!”, teriak Yihan sambil berlari. Luhan oppa yang mendengar itu membulatkan matanya, tak percaya.
“Mwo? Appa?”, tanya Luhan oppa terbengong dengan kata-kata Yihan. Dia menyongsong kedatangan Yihan dan memeluknya, kemudian berlutut agar posisi mereka sejajar.
“Luhan appa. Luhan adalah appa Yihan.”, celoteh Yihan serius sambil menyentuh hidung Luhan oppa dengan telunjuknya yang mungil. Aku yang sedari tadi membuntuti Yihan kemudian mengambil tas Luhan oppa. Luhan oppa menoleh padaku, pandangannya seperti meminta kejelasan. Aku hanya tersenyum sambil mengangguk, seakan berkata “Biarkan Yihan memanggilmu appa”.
Melihat anggukanku itu, mata Luhan oppa menjadi sangat besar. Entah mungkin dia merasa sangat senang. Dengan serta merta dia mengangkat Yihan tinggi-tinggi. Yihan pun menjadi senang dan terkikik.
“Gomawo Yihan jagoan kecilku. Appa sangaaat sayang padamu.”, ucapnya tulus. Yihan pun ia turunkan, kemudian dikecupnya kening Yihan.
“Appa, kau membawa hadiah apa? Apa itu untukku?”, tanya Luhan polos. Telunjuknya menunjuk kotak biru besar yang dibawa Luhan oppa tadi, matanya sangat tertarik dengan hadiah itu.
“Oh, appa sampai lupa. Ini tentu saja hadiah untukmu. Cepat dibuka.”, jawab Luhan oppa sambil meletakkan kotak biru itu di hadapan Yihan. Tanpa berkata apa-apa Yihan membukanya, dan seketika berteriak,”Kyaaaa~. Bola! Bola sepak! Bagus sekali appa! Kamsahamnida!”
“Bagaimana? Kau suka?”, tanya Luhan tak kalah semangat.
“Suuuka sekali! Ayo kita main bola appa! Ayo!”, ajak Yihan sambil menarik Luhan oppa untuk keluar menuju taman.
“Yihan sayang, Luhan appa kan baru saja pulang. Luhan appa masih lelah. Biarkan Luhan appa mandi dan makan dulu ya, baru setelah itu boleh bermain bola.”, kataku sambil berlutut di hadapannya, kemudian mengusap-usap puncak kepalanya. Yihan pun mengangguk.
“Baiklah, ayo appa kita makan. Umma sudah membuat makanan yang enak. Nanti kita main bola sampai malam. Umma, nanti aku tidur dengan appa ya? Aku mau tidur dengan appa.”, celoteh Yihan dengan sangat senang.
Aku dan Luhan oppa hanya berpandang-pandangan. Luhan oppa pun hanya menjawab dengan menaikkan bahunya. Aku mengangguk. Entah kenapa aku merasa keadaan ini sangat membuatku bahagia. Yihan bisa menerima Luhan oppa dengan baik. Ingin rasanya aku menangis. Ya, terharu.
---
1 tahun kemudian...
Author POV
            Cafe itu terlihat ramai. Di sudut ruangan terlihat seorang namja dan yeoja yang duduk berhadap-hadapan. Dua cangkir kopi yang mereka pesan dari tadi hanya diaduk-aduk, belum mereka sentuh sama sekali. Namja itu menatap lekat-lekat yeoja di hadapannya, sedangkan yeoja itu hanya tertunduk.
            “ Haewon-ah. Maksudku mengajakmu bertemu di sini sebenarnya..”, kata namja itu terputus. Sepertinya gugup. Haewon pun mengangkat kepalanya, menatap namja yang sekarang tertunduk di hadapannya.
            “Sebenarnya apa oppa? Katakan padaku. Apa ini tentang Yihan?”, tanya Haewon dengan nada sedikit mengeras.
            “Aniya,,ngg,,maksudku iya. Ini tentang Yihan. Sebenarnya..aku..aku..ingin membesarkan ..ngg..maksudku mengasuh Yihan...ber..bersamamu lagi.”, kata Kris tergugup. Matanya menatap Haewon hati-hati. Kemudian dia menunduk lagi. Menyeruput kopi di hadapannya. Wajahnya terangkat lagi, menatap Haewon yang kebingungan.
            “Apa maksudmu? Bukankah selama ini kita mengasuh Yihan bersama-sama? Kita sudah sepakat 2 minggu dia bersamamu, dua minggu bersamaku.”, jawab Haewon.
            “Ngg..maksudku bukan seperti itu. A..aku..aku ingin kau kembali bersamaku lagi. Menjadi istriku lagi. Aku benar-benar merasa hampa tanpamu. Aku menyesal telah mencampakkanmu. Kumohon kembalilah padaku.”, kata Kris memohon. Matanya mulai berkaca-kaca. Entah dia merasa sangat menyesal dan benar-benar tulus mengungkapkan perasaannya.
            “A..aku..aku..entah..aku..”, jawab Haewon tertunduk. Sepertinya dia masih kaget dengan perkataan Kris. Memang Haewon akui, sangat sulit baginya untuk melupakan Kris yang dahulu pernah menjadi suaminya selama tiga tahun. Tapi mengingat perceraian yang dihadapinya dulu, dia merasa hatinya tercabik-cabik kembali. Air mata Haewon pun mengalir sederas hujan yang turun di luar cafe.
---
Another day...
Still author POV
            Hari itu Haewon pergi ke rumah orang tuanya untuk berkunjung. Sudah lama dia tidak ke sana. Tapi kali ini dia pergi sendiri, tidak ditemani oleh Luhan. Haewon merasa dia perlu menjernihkan pikirannya. Maka dari itu dia pergi sendirian, lagipula Luhan pun sedang sibuk dengan pekerjaannya. Saat petang dia baru kembali ke apartemen Luhan.
Perlahan dibukanya pintu apartemen. Apartemen itu terlihat masih gelap. Haewon pikir mungkin Luhan belum kembali dari kantor. Dia pun berjalan untuk mencari sakelar lampu. Namun dia melihat secercah cahaya remang-remang di ruang utama. Haewon yang terheran mengurungkan niatnya mencari sakelar lampu dan berjalan menuju asal cahaya tersebut.
Betapa kaget Haewon setelah mendapati bagaimana cahaya itu berasal. Di hadapannya kini terdapat ratusan lilin berwarna putih yang berbentuk hati. Di tengah-tengah bentuk hati itu berdirilah Luhan dengan membawa sebuket bunga mawar merah. Luhan tersenyum, matanya berseri-seri.
“Kemarilah.”, kata Luhan meraih tangan Haewon dan mengajaknya ke tengah-tengah bentuk lilin itu. Diberikannya buket bunga itu pada Haewon. Dia pun mencari sesuatu di kantong celananya, kemudian setelah menemukannya dia membuka kotak kecil itu. Luhan pun berlutut dengan kaki kanannya di hadapan Haewon. Tangan kirinya memegang tangan Haewon, sedang tangan kanannya memegang kotak kecil itu, yang ternyata sebuah cincin.
“Hae-ya. Sudah satu tahun kita bersama. Perasaanku tidak pernah berubah padamu sejak dulu. Dan aku yakin, memang hanya kaulah pilihan pertama dan terakhirku. I’m sure, you’re my destiny. Aku ingin benar-benar menjagamu, melindungimu, dan aku ingin memilikimu. Aku sangat mencintaimu. Aku ingin bersamamu menjaga Yihan dan membesarkannya. Would you marry me, Haewon?”, kata Luhan dengan sangat lebut.
Haewon menatap mata Luhan dalam-dalam. Bibirnya bergetar. Ia tak sanggup mengeluarkan sepatah katapun. Air matanya meleleh. Haewon merasa hangat di pipinya.
---
Author POV
            Yeoja itu masih sibuk membolak-balikkan bola-bola daging yang sedang dimasaknya agar tidak hangus. Pagi itu dia sangat sibuk menyiapkan sarapan. Kedua tangannya dengan cekatan memarut keju untuk ditambahkan ke daging itu.
            Terdengar derap langkah namja yang baru keluar dari kamar, mengucek matanya. “Hmm, wangi sekali. Rajin sekali istriku yang satu ini, pagi-pagi sudah memasak.” Namja itu pun melangkah menuju dapur dengan masih mengenakan piyamanya. Seketika dilingkarkan kedua tanggannya di pinggang yeoja itu, kemudian mengecup leher yeoja itu.
            “Kau sudah bangun? Ini, makan ini dulu, untuk menyegarkan nafasmu. Yeoja itu mengambil selembar daun mint kemudian menyuapkannya ke mulut namja itu. Namja itu pun mengunyahnya, tangannya masih melingkar di pinggang yeoja itu. Kepalanya itu ia sandarkan di bahu yeoja itu dengan manja.
            “Ya. Bagaimana aku bisa memasak kalau kau bergelayut seperti ini? Hmm, coba kau icipi ini enak atau tidak?”, kata yeoja itu, kemudian menyumpit sebuah bola-bola daging dari wajan di hadapannya. Bola daging itu tidak langsung diberikannya ke namja itu, namun ditiupnya dulu agar tidak terlalu panas. Namja yang kini berdiri di hadapan yeoja itu menatap istrinya lekat-lekat. Dia merasa gemas dengan istrinya yang meniup makanan yang disumpitnya itu. Kedua tangannya yang semula di pinggang istrinya itu kini beralih mencubit pipi yeoja itu. Namja itu pun tersenyum geli.
            “Chakkaman. Ini kutiup agar tidak terlalu panas di mulutmu.”, kata yeoja itu sambil menyodorkan bola-bola daging itu ke mulut suaminya. Suaminya menerimanya, lalu mengunyah makanan itu sambil tersenyum.
            “Bagaimana? Enak?”, tanya yeoja itu sambil tersenyum. Dia mulai menyumpit satu bola daging lagi dan ditiupnya lagi. Namja itu terus menatap istrinya.
            “Masakanmu dari dulu tidak pernah berubah. Masshita.”, jawab namja itu tersenyum. Makanan yang dikunyahnya sudah hampir habis. Yeoja di hadapannya sangat senang dengan perkataan namja itu, lalu memasukkan bola daging yang ditiupnya tadi kemulutnya sendiri.
            “Aku mau lagi.”, kata namja itu. Yeoja itu sudah hampir menyumpitkan bola daging, namun namja itu menggeleng. Yeoja itu berhenti mengunyah.
            “Aku ingin makan yang ada di situ.”, katanya sambil menunjuk mulut istrinya. Belum sirna rasa kagetnya, namja itu pun mulai menempelkan bibirnya ke bibir yeoja itu. Melumatnya perlahan, lalu membuka mulut yeoja itu. Perlahan lidahnya mulai masuk ke mulut yeoja itu dan mengambil makanan dari mulut yeoja itu.  Yeoja itu tak mau memberikan makanannya, dan menariknya kembali dengan lidahnya. Tapi akhirnya gagal, karena makanan itu sudah berpindah ke mulut namja itu. Mereka pun melepaskan ciuman mereka.
            “Kau..kau mencuri makananku.”, kata yeoja itu dengan wajah cemberut, tapi matanya tambapk berbinar. Namja itu hanya terkekeh. Makanan itu ditelannya. Seketika pula dipeluknya yeoja itu dengan erat.
            “Gomawo Haewon-ah. Kau mau menerimaku menjadi pendampingmu. Saranghaeyo.”, ucap namja itu lalu mengecup kening Haewon.
            “Nado, Luhan oppa. Aku yakin kau adalah terbaik untukku. Gomawo kau mau menerimaku apa adanya.”, jawab Haewon melepaskan pelukannya. Mereka berdua tersenyum.
            Luhan pun mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Haewon. Nafas mereka kini saling berbenturan. Mata mereka terpejam. Tangan mereka saling memegang
            “Ummaaa!!Apppaaa!! aku lapar. Ayo cepat kita makan!”, teriakan Yihan membuat mereka menghentikan aksi mereka. Mereka pun menoleh ke arah Yihan yang berlari dengan hanya memakai celana dalam. Luhan terkekeh melihat kelakuan jagoan kecilnya itu, kemudian menghampirinya dan menggendongnya ke kamar untuk memakai celananya lagi. Haewon tersenyum bahagia, karena pilihannya tidak salah.
-END-

Bagaimana readers? Ceritanya kurang seru? Atau terlalu pendek? Sebenernya aku pengin buat sekuelnya, tapi takutnya jelek, jadi ku bikin versi pendeknya. Kritik, saran salalu kutunggu. Please..comment ya!! Gomawo *bow with Luhan*

3 komentar:

  1. annyeong reader baru thor :D
    keren bnget thorr....
    paling suka klo yg bergenre nikah2an gini :)
    semangat ya thoorr :D

    BalasHapus
  2. Waaww... keren ff nya thor :)
    keep writing! ^^

    BalasHapus
  3. Huaaaaa ak seneng banget baca ff ini chingu, daebakk, Luhan oppa mmg yg terbaik

    BalasHapus