커튼
(Curtain)
Tittle :
커튼
(Curtain)Genre : Romance
Length : oneshot
Rate : PG-15
Main cast : Shinjae (You), Jongin (EXO K), Jonghyun (SHINee)
안영 하세요!!! J come
back again with different story!! Kali ini tetep sama Kai, Shinjae, dan
Jonghyun nih. Penasaran sama ceritanya? Check it out..!!FF ini murni ideku
sendiri lho,kalo ada kesamaan cerita,itu hanya kebetulan belaka. Happy reading
:D
Note: FF ini pernah di publish di
exofanfiction.wordpress.com, exomkfanfiction.wordpress.com
Author POV
Yeoja itu tersenyum senang. Tangan
kanannya sedari tadi digenggam oleh namjachingunya. Sudah hampir enam bulan dia
menjalani hubungan dengan namja itu. Namja chingunya menjemputnya dari gedung
tempat yeoja itu training. Baru bulan
kemarin dia dinyatakan lolos audisi dan kini mengikuti training sebagai penari.
“Oppa, gomawo sudah mau
menjemputku.”, kata Shinjae tersipu sambil memandang namjachingunya, Jonghyun.
“Ne, gwenchana. Kau pulang selarut
ini setiap hari?”, jawab Jonghyun tersenyum sambil mengacak pelan puncak kepala
Shinjae.
“Eo.” jawab Shinjae sambil
berkonsentrasi dengan jalannya.
Baru sekitar 100 meter mereka
berjalan dari gedung itu. Terdengar tiba-tiba ponsel Jonghyun berdering.
“Yoboseyo. Ne. Noona.
Sekarang?...Ngg..ok..arasso. Tunggu beberapa menit lagi.”, jawab Jonghyun
sambil menutup ponselnya.
“Ngg..Shinjae..mi....”
“Ne, gwenchana oppa. Aku pulang
sendiri.”
Shinjae pun segera berlalu tanpa
memperdulikan lagi Jonghyun. Dia berjalan secepat-cepatnya.
“Mian, Shinjae!”, teriak Jonghyun.
Shinjae sama sekali tidak menoleh.
Air matanya perlahan mengalir dari kedua pipinya.
--- 커튼----
Shinjae POV
Ahh..badanku terasa remuk. Tapi tak
seberapa dengan rasa sakit hatiku ditinggal Jonghyun oppa tadi. Tapi kenapa aku
tadi tidak menahannya saja, ya. Tapi jika aku menahannya pergi untuk menjemput
noonanya, itu berarti aku egois. Hah! Aku pusing dengan pertanyaan-pertanyaan
yang berkecamuk di pikiranku itu.
Kurebahkan badanku di kasur empuk
kamarku, mencoba mengistirahatkan badanku ini. Aku bahkan tak peduli kalau aku
masih memakai pakaian training untuk
tidur. Ini sudah jam 11 malam, dan besok aku harus bersekolah lagi. Baru
beberapa detik aku memejamkan mata, tiba-tiba kudengar suara kerikil merutuki
jendela kamarku.
“Ya!! Shinjae! Buka gordenmu!”,
teriakan suara yang tak asing di telingaku, ditambah dengan hujaman kerikil di
jendela kamarku.
Dengan kesal aku pun bangkit dan
membuka korden kamarku yang berwarna ungu. Dan tak salah lagi, kulihat Jongin
sudah cengar-cengir di balkonnya menatapku dengan pandangan aneh. Aku pun
keluar kamar dan menuju ke balkon. Jongin adalah tetangga sebelahku dan
sekaligus teman sekelasku yang selalu menggangguku. Apalagi dengan posisi
kamarnya yang berhadapan dengan kamarku, membuat aku semakin kerap diganggunya,
tak peduli siang maupun malam. Dia selalu melempari kamarku dengan kerikil dari
dalam bekas akuariumnya yang mengering. Kini balkonku dipenuhi oleh kerikil
berwarna-warni itu, yang jika aku kumpulkan mungkini akan mencapai satu kilo.
“Ya!! Kau ini! Ini sudah malam,
kenapa kau menggangguku terus?”, teriakku protes.
Jongin
hanya tersenyum mengejek, kemudian melemparkan kerikil dan tepat mengenai
kepalaku.
“Ya!! Appo!!”, ucapku sambil
mengusap-usap bekas lemparannya. Sebenarnya memang tidak sakit, namun karena
malam itu aku sedang kesal maka apapun akan terasa sakit.
“Kau ditinggal lagi oleh namjachingumu
itu?”, tanyanya kemudian serius.
“....”
“Sekarang dengan jarak berapa meter?
100 meter dari gedung?”
“....”
“Dulu 100 meter dari rumah, lalu
meninggalkanmu di tengah perjalanan, dan sekarang seratus meter dari gedung.
Dan itu semua dengan alasan noonanya lagi?”
“Ya! Kau ini! Oppa begitu karena dia
tidak ingin noonanya pulang sendirian malam-malam begitu!”, jawabku setelah
tadi terdiam begitu lama.
“Dan kau? Memangnya kau tidak pulang
sendirian? Kau ini juga seorang yeoja! pabo!”, kata Jongin seketika, yang
membuatku sukses tertohok oleh kata-katanya barusan.
“Ngg..itu..itu...mungkin...aku..aku..ah!
sudahlah! Kenapa kau membahasnya lagi? Memang kenapa kalau aku pulang
sendirian?”, jawabku berusaha menahan air mataku yang mungkin sebentar lagi keluar.
“Mulai besok dan seterusnya aku yang
akan menjemputmu. Tak ada penolakan. Arasso?”, kata Jongin tiba-tiba yang
sukses membuat aku kaget.
“Mwo?! Ya! Kau tidak bisa seenaknya
memutuskan begitu! Aku masih bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu... Ya! Ya!
Aku belum selesai bicara!”, aku berkata dengan nada bergetar. Namun sial,
Jongin tak mau mendengar dan langsung masuk ke kamarnya.
Aku terduduk lemas di lantai
balkonku. Entah, rasanya badanku lelah sekali, ditambah dengan hatiku yang juga
merasa sangat lelah. Tak terasa air mataku pun lolos dan mengalir dari kedua
mataku.
“Sudah malam. Cepat tidur. Jangan
lupa tutup gordenmu!”, terdengar suara Jongin dari kamarnya, namun kali ini
dengan nada yang lebih lembut. Dan aku masih terdiam dengan posisiku itu.
--- 커튼----
Jongin POV
Sudah hampir jam 12 malam, namun
belum ada tanda-tanda Shinjae selesai training.
Aku masih saja setia menunggunya di depan gedung ini. Cuaca memang agak dingin,
namun aku masih bertahan selama dua jam ini untuk menunggunya pulang. Aku tidak
mau dia pulang sendirian lagi malam-malam. Lagu-lagu di Ipodku masih setia
menemaniku menunggu Shinjae selesai. Saat lagunya beralih ke lagu Na Yoon Kwon
– 천부 이니까 (Because You’re My Everything), entah kenapa aku
terdiam dan memejamkan mata menikmati lagu itu.
“Kau sudah lama menungguku? Mian.”,
kata Shinjae tiba-tiba berdiri di hadapanku dengan wajah lelah. Aku bahkan
tidak menyadari kedatangannya karena terlalu menikmati lagu itu dengan mata
terpejam.
“Gwenchana. Kaja!”, kataku sambil
menarik tangannya pulang. Kami pun berjalan menuju halte bus. Kami berdua pun
duduk di halte dan menunggu bus datang. Tidak ada percakapan di antara kami
berdua. Bus yang akan kami tumpangi tidak kunjung datang. Shinjae pun terlihat
terkantuk-kantuk. Setelah 10 menit, bus pun datang. Aku membangunkan Shinjae
dan masuk ke dalam bus.
Kubiarkan Shinjae tertidur di
sampingku. Kulihat badannya sangat lelah, dan besok kami harus bersekolah. Sesekali
kepala Shinjae bersandar di bahuku. Aku hanya diam saja. Akhirnya kami turun di
halte yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Ku coba membangunkan
Shinjae, namun dia tak kunjung bangun. Akhirnya aku pun menggendongnya pulang
ke rumahnya.
---커튼---
Shinjae POV
Perlahan kubuka mataku yang seperti
sudah lengket. Betapa kaget aku, ternyata sudah hampir jam enam pagi. Segera
aku bergegas bangun. Namun yang lebih membuatku kaget, kulihat Jongin tertidur
di meja belajarku dengan buku-buku tugasku yang tertata rapi. Kudekati ia
perlahan, agar dia tidak terbangun. Kubuka buku tugasku, ternyata tugasku yang
belum selesai sudah dikerjakan oleh Jongin.
“Kenapa dengan anak ini?”, rutukku dalam hati. Aku ingin membangunkannya, namun rasanya
kasihan, setelah kuingat dia menungguiku sampai larut malam. Akhirnya aku pun
berjingkat masuk ke kamar mandi untuk mandi. Setelah memakai seragam lengkap,
aku pun membangunkan Jongin perlahan.
“Jongin. Bangun. Sudah siang. Kau tidak mau pergi ke sekolah?”, kataku
sambil mengguncang-guncangkan bahunya.. Perlahan-lahan Jongin bangun dan
membuka matanya.
“Ayo, cepat kau mandi dulu. Setelah itu baru kita sarapan.. Eommaku sudah
membuatkan sarapan. Kau sarapan di rumahku hari ini. Nanti setelah sarapan kau
ganti seragam di rumahmu.”, kataku sambil melempar handuk ke mukanya. Jongin
pun menangkap dengan malas. Dia pun beringsut dengan malas menuju kamar mandi.
“Jongin.”, kataku tiba-tiba membuatnya berbalik ke arahku.
“Ne?”, jawabnya dengan sebelah matanya tertutup.
“Gomawo.”, kataku tersenyum. Jongin pun hanya membalas dengan senyuman.
---커튼---
Shinjae POV
Sudah hampir dua bulan Jongin selalu menjemputku pulang dari training. Dan selama itu pula Jonghyun
oppa sibuk dengan urusannya. Hari itu aku sedang di kelas, dan seperti biasanya
Jongin selalu dikerubungi yeoja-yeoja yang memujanya. Aku heran, banyak sekali
yeoja yang mendekatinya, memberikan kado, mengajaknya kencan dan lain
sebagainya. Namun tidak satu pun dari yeoja-yeoja itu yang menjadi pacarnya.
Kuakui memang, Jongin memiliki paras yang tampan dengan postur tinggi tegap,
sehingga banyak yeoja yang tergila-gila padanya. Namun hal itu tidak
berpengaruh padaku.
Saat aku tengah melamun, tiba-tiba ponselku bergetar. “Eonni”, celetukku tiba-tiba dan mengangkat
telpon itu.
“Yoboseyo. Eonni. Apa kabar? Ulang tahun? Pesta? Kapan? Baiklah aku akan
datang bersama temanku. Boleh? Ne, gamsahamnida.”, jawabku sambil menutup
telepon.
---커튼---
Shinjae POV
Banyak sekali orang yang datang ke
acara pesta eonni. Hari ini adalah ulang tahun noona dari Jonghyun oppa, dan
aku datang bersama Jongin. Sengaja aku meliburkan diri sehari dari training untuk menghadiri pesta ini.
Awalnya Jongin bersikeras memarahiku yang tidak ikut training, namun setelah
aku menjelaskan padanya dia pun menurut dan malah memaksa menemaniku. Malam ini
aku memakai gaun warna biru muda selutut, yang kupadukan dengan cardigan sesiku
berwarna hitam. Tanpa disengaja Jongin pun memakai baju yang senada denganku.
Dia memakai kemeja kota-kotak warna biru dan putih dan memakai jeans
kebanggaannya.
Aku berputar-putar di tepi kolam
renang sambil mencari eonni dan Jonghyun oppa. Sedangkan Jongin sibuk melayani
pertanyaan yeoja-yeoja yang merubungnya seperti lalat. Pesta ini merupakan
pesta barbeque, sehingga diselenggarakan di tepi kolam renang seperti ini.
Akhirnya setelah agak lama, kulihat eonni datang bersama Jonghyun oppa. Hari
ini eonni sangat terlihat cantik dengan dress panjangnya yang berwarna krem dan
high heels hitamnya. Eonni yang melihatku kemudian melambaikan tangannya dan
berjalan menghampiriku. Sepertinya sedikit kesulitan berjalan karena dress yang
dikenakannya terlalu panjang. Sudah beberapa kali dia hampir terjatuh karena
high heelsnya menyandung gaunnya sendiri.
“Shinjae! Bagaimana kabarmu? Senang
aku bertemu dengan dongsaengku.”, katanya setengah berteriak dengan wajah
berseri-seri. Aku pun tersenyum dan langsung memeluknya setelah dia sampai di
hadapanku.
“Chukkae, eonni. Semoga kau
bertambah rezeki dan bertambah sehat.”, kataku sambil memeluknya. Setelah agak
lama, kami pun melepaskan pelukan dan kuserahkan kado kepadanya.
“Ne, gomawo. Bagaimana hubunganmu
dengan Jonhyun? Apa Jonghyun sering membuatmu kesal?”, tanyanya sambil
tersenyum ramah.
“Ani. Gwenchana. Jonghyun oppa
sangat baik, eonni.”, jawabku.
“Ah,,kalau Jonghyun membuatmu kesal,
jangan segan melaporkannya padaku. Aku ke sana dulu, banyak tamu yang datang.
Kau nikmati saja pestanya. Oke?”, katanya sambil berlalu. Namun tiba-tiba dia
tersandung oleh gaunnya. Aku pun memegang tangannya, berusaha menahannya, namun
sial keseimbangan badanku agak buruk. Akhirnya kami berdua pun jatuh ke kolam
renang.
Byurr!! Semua orang melihat pada
kami. Kulihat eonni tak bisa berenang, dan sialnya kolam ini kedalamannya 3
meter. Aku ingin berenang menyelamatkan eonni yang seperti akan tenggelam,
namun kurasakan kakiku tak bisa kugerakkan. Kakiku kram! Alhasil aku pun juga
berteriak minta tolong. Berkali-kali aku meminum air kolam itu. Kulihat
samar-samar Jonghyun oppa menceburkan diri ke kolam renang. Mungkin dia akan
menyelamatkanku. Namun, yang diraih adalah badan eonni.
Kulihat Jonghyun oppa menarik badan eonni,
sedangkan aku sudah merasa tidak kuat
lagi dan kupejamkan mataku. Tiba-tiba sebuah tangan menarik lenganku, namun aku
sudah tidak dapat mengingat apa-apa lagi.
---커튼---
Jongin POV
Byurr!! Terdengar suara orang
tercebur ke dalam kolam renang. Kulihat, ternyata Shinjae yang tercebur. Aku
tahu Shinjae dapat berenang. Namun aku sangat kaget saat melihat tangannya
menggapai-gapai meminta pertolongan. Langsung saja aku menceburkan diriku dan
berenang ke arahnya. Saat aku sampai di dekatnya, dia sudah tenggelam ke dalam.
Langsung saja kutarik lengannya dan membawanya ke tepi kolam renang.
Begitu sampai di tepi kolam renang,
badan Shinjae kubaringkan. Kudeteksi detak jantungnya melalui lengannya. Masih
berdetak. Namun nafasnya sudah mulai melemah. Kucoba menekan dada atasnya untuk
mengeluarkan air yang sudah ditelannya. Satu...dua kali tidak ada reaksi dari
Shinjae. Aku semakin gemetar ketakutan. Hanya satu jalan yang bisa kulakukan.
Nafas buatan, ya, nafas buatan. Tak peduli aku pada namjachingunya. Yang
kupikirkan saat itu hanya menyelamatkan Shinjae.
Kubuka mulutnya dengan kedua
tanganku, dan bibirku pun sudah menempel ke bibirnya. Kucoba memberikan nafas
buatan padanya. Setelah dua kali memberikan nafas buatan, akhirnya kudengar
Shinjae tersedak. Air yang diminumnya pun keluar dari mulutnya.
“Uhuk..uhuk!”
Kulihat Shinjae membuka matanya
perlahan. Mukanya sangat pucat. Melihat Shinjae sudah siuman aku merasa sangat senang
dan lega. Segera kupeluk tubuhnya.
“Ya! Aku tidak bisa bernafas!” ucap
Shinjae dengan lemas. Aku pun melepaskan pelukanku dan menatap wajahnya.
“Kau menangis?”, tanya Shinjae
lemah.
Aku hanya menggeleng. Gemas, aku pun
menjitak pelan kepalanya. “Kau membuatku cemas, pabo!”
Shinjae meringis. “Ya! Appo!”, dia
berteriak, namun tetap dengan nada lemah. Itu tandanya dia sudah semakin baik.
“Sudahlah, ayo masuk. Nanti kau
kedinginan.”, ucapku sambil membopong tubuhnya. Dia hanya mengangguk. Dan semua
orang di sana hanya bengong melihatku dan Shinjae.
---커튼---
Shinjae POV
Sejak pagi tadi mata yeoja-yeoja di
sekolahku selalu memandangiku dengan pandangan aneh. Tak jarang banyak yang
berbisik-bisik, mungkin membicarakanku. Semakin lama semakin banyak saja yang
memandangiku. Entah apa sebabnya, aku tak tahu. Aku pun masuk ke kamar mandi
untuk mengecek apakah aku salah dandan hari ini.
“Mwo? Sepertinya aku seperti biasa
saja. Tapi kenapa mereka memandangku dengan aneh?”, ucapku pada diriku sendiri
di depan cermin besar di depanku. Aku memakai seragam seperti biasanya, dan
rambutku juga kuikat ke belakang seperti biasanya pula. Make upku? Aku tak
pernah memakai make up,jadi tak ada yang aneh. Aku pun segera pergi dari kamar
mandi setelah memastikan penampilanku wajar dan biasa saja. Baru melangkah
keluar dari kamar mandi, aku menabrak
seseorang.
“Mian..mian”, kubungkukkan badanku
meminta maaf.
“Hehehe.”, orang itu hanya terkekeh.
Dan suaranya tak asing bagiku.
“Ya! Jongin! Kenapa kau di sini?”,
tanyaku setelah tahu bahwa yang kutabrak tadi adalah Jongin.
“Memangnya kenapa?”, Jongin balas
bertanya. Dia pun mengeluarkan senjata andalannya, seringai yang tampak aneh di
mataku. Namun melihat seringaiannya itu, darahku seperti berdesir.
“Ngg..ani..ani..sini aku mau
bertanya.”, kataku akhirnya sambil menarik tangannya menjauh dari tempat itu.
Kusadari semakin banyak yeoja yang melihatku setelah mereka melihat aku menggandeng
tangan Jongin.
“Ya! Kau mau membawaku ke mana?”,
tanya Jongin protes. Aku pun berhenti dan mencoba mengatur nafas untuk bertanya
padanya.
“Jongin, apa kau tahu alasan kenapa
yeoja-yeoja di sekolah ini dari tadi memandangku dengan pandangan aneh?”,
tanyaku padanya serius. Sejurus kemudian Jongin mengrenyitkan dahi.
“Ngg..molla. kau..kau tanya saja
pada mereka sendiri.”, jawabnya misterius, dan segera berlalu pergi. Dari
gelagatnya aku tahu dia menyembunyikan sesuatu.
“Ya!Ya!Ya! kau mau ke mana? Aku
belum selesai bicara denganmu!”, teriakku membahana. Entah, hari ini aku
semakin kesal. Kuhentakkan kakiku ke lantai, dan tak sengaja menginjak sebuah
kertas di lantai itu. Kertas itu sudah tak berbentuk karena diremas-remas. Aku
berinisiatif membuangnya, namun segera kuurungkan niatku karena membaca ada
namaku tertulis di kertas itu. Perlahan kubuka dan kubaca isinya. Wajahku
menjadi merah padam menahan malu dan kesal, segera kubuang kertas itu
sembarangan.
“JADI INI PENYEBAB SEMUA ORANG
MEMANDANG ANEH PADAKU??”
---커튼---
Jongin POV
Sudah seminggu ini Shinjae seperti
menghindariku. Bahkan saat kujemput pun dia hanya keluar dari gedung dan
langsung berjalan pulang tanpa bicara apapun padaku. Aku tak tahu kenapa dia
seperti itu. Aku tak tahan, kuputuskan menanyainya malam ini.
Seperti biasa, pukul 10 malam
Shinjae selesai berlatih menari. Dia langsung keluar tanpa menyapaku. Aku
segera membuntutinya dan menarik tangannya.
“Ya! Kenapa kau menghindariku
belakangan ini?”, tanyaku sambil terus menarik tangannya. Namun dia tetap tak
bergeming, tak menoleh dan tetap berjalan terus.
“Ya! Aku sedang berbicara padamu!”,
aku pun semakin kesal. Kupegang bahunya untuk berhadapan denganku. Kini dia dan
aku berhadap-hadapan.
“Kenapa seminggu ini kau selalu
menghindariku? Apa aku punya salah padamu?”, tanyaku sambil mengguncang
bahunya. Namun tak ada jawaban darinya, Shinjae hanya menunduk.
“Kenapa kau tak mau menjawab?
Sebenarnya ada apa?”, tanyaku dengan nada meninggi. Semakin keras aku
mengguncang bahunya. Namun aku menyadari sesuatu, dia menunduk sambil terisak.
Kuhela nafas dan menaikkan dagunya perlahan. Betapa kaget aku, melihat wajahnya
penuh dengan air mata.
“Kkkaau..ke..kenapa? Kenapa kau
menangis?”, aku menjadi sangat khawatir. Dia masih tidak mengeluarkan sepatah
katapun. Tangan kecilnya mengulurkan sebuah surat padaku. Kuambil surat itu dan
segera kubaca isinya. Setelah kubaca, kuremas isinya dengan geram. Shinjae pun
semakin terisak. Aku tak tahan, segera kupeluk tubuh mungilnya.
“Sudahlah Shinjae. Gwenchanae.
Mungkin ini yang terbaik untukmu.”, kataku berusaha menenangkannya. Kuelus
lembut rambutnya. Dan dia semakin terisak di dadaku.
“To: Shinjae
Maaf, aku selama ini selalu menyakitimu. Sebagai
namjachingu, aku adalah orang yang payah. Bahkan aku tak bisa menemanimu,
membahagiakanmu.
Aku akan pergi ke London untuk meneruskan studiku.
Maaf, karena aku tak memberitahumu sebelumnya. Aku tak ingin melihat kau
bersedih.
Aku rasa aku akan semakin menyakitimu jika hubungan
ini kita teruskan, sementara aku berada sangat jauh darimu. Maaf, maaf, dan
maaf, mungkin lebih baik jika hubungan ini kita akhiri saja.
Aku tahu aku sangat jahat. Tapi kumohon, maafkan aku.
Maafkan aku. Kudoakan kau mendapatkan namja yang jauh lebih baik dariku.maaf
Shinjae. Mianhe.
From: Kim Jonghyun
---커튼---
2 months later...
Shinjae POV
Sudah seminggu ini aku merasa
semakin gila. Tugas di sekolah semakin banyak dan jadwal trainingku semakin padat. Tapi ada yang membuatku lebih gila lagi.
Jongin. Entah kenapa setiapk kali melihat namja itu darahku berdesir dan
jantungku semakin berdebar-debar. Untuk berbicara padanya pun aku sangat gugup.
Aku pun menjadi sangat kesal saat melihat Jongin dikerubung oleh yeoja-yeoja di
sekolahku. Maka dari itu, beberapa hari ini aku mendiamkannya.
Kuputuskan untuk mengakhirinya malam
ini. Tepat pukul 11 malam aku berdiri di balkon. Tangan kiriku membawa sebuah
kotak warna coklat. Sedangkan tangan kananku mengambil kerikil warna-warni di
lantai. Segera kulemparkan kerikil itu ke jendela Jongin. Setelah beberapa
menit kulihat siluet Jongin terbangun dan keluar dari kamarnya.
Jongin menatapku dengan pandangan
anehnya, tapi aku tetap suka.
“Waeyo? Sudah bosan berlama-lama
mendiamkanku?”, tanyanya.
“Ngg..ani..aku hanya ingin
memberikan ini padamu.”, jawabku sambil melempar kotak kecil berwana coklat itu
ke arahnya. Tentu saja kotak itu kuberi pemberat agar bisa sampai padanya.
Jongin pun menangkapnya dengan gesit.
“Ige mwoya?”, tanyanya bingung.
“Mungkin aku adalah yeoja ke-100
yang mengatakan ini padamu. Tapi sungguh..aku hanya..hanya..”, kata-kataku
terputus karena aku ragu untuk melanjutkan.
“Hanya apa? Apa yang kau bicarakan?”
“Saranghaeyo. Saranghaeyo Jongin.”,
kuucapkan kalimat itu dengan mantap. Aku pun tersenyum, berharap dia menjawab
seperti apa yang kuharapkan selama ini. Namun ternyata aku salah, mendengar itu
Jongin terdiam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Bahkan tak ada
senyum sama sekali. Malahan dia kini berbalik menuju kamarnya dan mematikan
lampunya.
Melihat kepergiannya aku hanya
tertegun. Perlahan air mataku mengalir deras. Kakiku serasa sangat lemas. Aku
pun jatuh terduduk di lantai balkon.
“Pabo! Kau benar-benar pabo Shinjae!
Kenapa kau mengharapkannya? Jelas-jelas dia tidak menyukaimu!”, rutukku pada
diriku sendiri.
Tangisku semakin deras. Belum pernah
aku merasakan sakit hati sesakit ini. Ditolak oleh seorang namja Lama aku masih
menangis di lantai balkon itu, sambil memejamkan kedua mataku. Namun seketika
mataku terbuka saat kudengar suara berdebuk di balkonku.
“Waeyo? Kenapa kau menangis?”, tanya
Jongin yang kini sudah berdiri di hadapanku. Aku tidak menggubrisnya dan
memalingkan mukaku ke samping.
---커튼---
Jongin POV
Kulihat dia menangis sesenggukan di lantai balkonnya. Lantai itu dipenuhi
oleh kerikil-kerikil warna-warni yang selalu kulemparkan. Kutanya dia, namun
dia hanya memalingkan wajahnya. Mungkin dia marah padaku. Perlahan kudekati dia
dan duduk di sampingnya.
“Uljima. Kenapa kau menangis begitu?”
“....”
“Ayolah, jangan palingkan mukamu dari mukaku.”
“...”
Melihat dia tak menjawab, aku pun gemas, kutarik pelan wajahnya dengan
kedua tanganku. Kudekati wajahnya, dan langsung kucium bibir mungilnya. Entah,
dia seperti tersentak.
“App..apa yang kau lakukan?”, tanyanya kaget. Aku hanya tersenyum,
kutangkupkan tanganku di kedua pipinya, bermaksud agar matanya tak berpaling
dari pandanganku.
“Pabo! Kau mungkin memang yeoja ke-100 yang mengungkapkan cinta padaku.
Namun aku mau kau menjadi yeoja pertama yang membuat aku menyatakan cintaku.
Saranghaeyo.”, kataku serius. Kuusap lembut wajahnya dengan jemariku. Perlahan
kudekati lagi wajahnya, kupagut bibirnya lembut. Dia hanya diam,.
“Nado, Jongin.”, ucapnya begitu kulepaskan ciumanku. “Kau sudah menciumku
untuk ketiga kalinya.”, Shinjae berkata dengan ragu-ragu.
“Mwo? Tiga kali? Aku baru menciummu dua kali tadi.”, jawabku polos. Dia
mendengus kesal.
“Bohong. Kau dulu pernah menciumku. Saat aku tenggelam dulu, bukankah kau
menciumku?”
“Dari mana kau tahu itu?”
“Pabo! Aku tahu kenapa teman-teman sekolahku dulu memandangku aneh!
Ternyata karena peristiwa kau menciumku sewaktu aku tenggelam itu, kan? Aku
tahu dari sebuah kertas yang dibuang di lantai koridor sekolah.”
“I..itu..bukan ciuman, tapi nafas buatan.”
“Pabo! Itu sama saja!”
“Berarti aku telah menciummu empat kali.”
“Mwo? Empat?”
“Eo. Dua kali saat kau tenggelam. Dua kali ini.”, kataku sambil tersenyum.
Dia pun ikut tersenyum.
“Kenapa kau bisa kemari? Bukankah tadi kau tidur?’
“Aku kemari karena kesal dengan yang kau ucapkan! Seenaknya saja menyatakan
cinta padaku! Kalau aku berteriak lewat balkon malam-malam begini, nanti malah
dikira aku gila. Akhirnya aku ke sini, memanjat dengan tangga di bawah balkonmu
itu.”
“Geure.”
“Sebenarnya apa ini? Kau memberiku apa?”, kuamati dalam-dalam kotak kecil
coklat itu.
“Buka saja.”
Segera kubuka kotak itu, ternyata berisi sebuah boneka pinguin kecil.
“Boneka? Pinguin?”, tanyaku bingung sambil menggaruk-garuk kepala.
“Eo. Aku memberikanmu itu, karena kau mirip Mumble.”
“Mumble?”, aku semakin bingung. Karena kesal, dia pun menjitak kepalaku
keras. “Aww!! Appo!!”
“Pabo! Mumble itu pinguin yang pandai menari di film Happy Feet. Dan aku
tahu kalau kau pandai menari.”
“Mwo? Menari? Ka..kapan aku menari?”
“Sudahlah jangan berbohong lagi.”, katanya lagi sambil tersenyum. Kemudian
tangannya merogoh sesuatu di dalam kantong celana jeansnya. Diulurkannya
secarik kertas padaku.
“Ini. Kau hubungi nomor ini. Kau lolos audisi menjadi trainee di SM.”, katanya dengan wajah berseri-seri. “Setiap malam
aku tahu kau selalu berlatih menari, dan kulihat tarianmu sangat bagus. Jadi
kurekam kau saat menari dan kuikutkan audisi. Dan ini hasilnya.”, lanjutnya.
“Oooo..jadi kau selama ini menguntitku, ya?”, kucubit gemas pipinya. Dia
malah tertawa perlahan. “Tapi, kapan kau ke kamarku? Merekamku? Kau menaruh
kamera tersembunyi?”
“Kalau itu...Cari tahu sendiri!”, jawabnya sambil tertawa. Aku pun gemas
dan menggelitiknya. Akhirnya kupeluk dia erat, sangat erat. Gomawo, Shinjae!
-END-
Gimana chingu? Aaahh,,agak aneh ya ceritanya?
Mian,,soalnya mendadak dapet idenya. Oiya,,commentnya ditunggu ya J
gomawo...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar